Apartemen seribu warna

rudy
Chapter #11

Bab 11 Papa Pupu

 

Viola keluar dari mini market yang menjual serba serbi kebutuhan sehari- hari, sesuai dengan yang di pesan oleh si pemalas di lantai 33. Tidak lupa dia menyelipkan wortel dan selada ke dalam belanjaannya. Jika si Boss butuh camilan, Pupu juga butuh. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, ketika dia masuk ke ruang tunggu lift. Ruangan itu tidak lagi se mengerikan seperti saat pertama kali Viola mengantarkan makanan. Tiba di lantai 33 dia tidak lagi menekan tombol bel. Namun langsung menggunakan kartu untuk membuka pintu.

 

Kosong, sepanjang mata memandang tidak ada satu orang pun di lantai bawah apartemen itu. Namun ruangan itu terang benderang, seluruh lampu dinyalakan. Benar- benar pemborosan. Andai dia ini bukan Boss nya, Viola pasti sudah mendamprat.

 

Viola meletakkan seluruh barang belanjaannya di atas meja makan, kemudian jongkok dan mulai memanggil dengan suara lembut, seperti sedang berbicara dengan bayi.

 

“ Pupu. Puupuuuu. Dimana kamu?” Dia berjalan dan memanggil, mengintip ke bawah meja, lemari, hingga mendekati kolam renang. Kemudian terlihat kelinci lucu itu berada di pojok ruangan, di bawah tangga yang setengah melingkar. Beberapa batang besi yang biasanya di gunakan untuk memasang tali antrian di susun berjajar untuk memagari pojok di bawah tangga. Pupu terlihat berada di belakang pagar, ke dua kaki depannya mengusap- usap wajah sambil matanya memperhatikan Viola.

 

“ Aduh kasihan, kamu di kurung yah sama Papa Pupu. Papa Pupu jahat yah? Sini sayang. Ada Ola, tenang saja. Ikut Ola saja yah.”

“ Siapa Papa Pupu?”

 

Viola terlonjak kaget. Suara itu dingin dan tajam, seperti ada pedang dari arah punggung Viola yang membuat bulu kuduk berdiri. Dia membalikkan tubuh dan melihat Ryan berdiri di belakangnya, seperti biasa dengan kening berkerut dan mata yang dingin tanpa perasaan. Seperti sedang melihat sebatang pohon.

 

“ Jangan ngagetin gitu lah Boss.” Viola menepuk- nepuk dadanya. Tapi setelah itu berlalu dengan mengeluarkan Pupu dari kandangnya.

“ Ngapain lagi kamu keluarin dia dari pagar? Ini udah malam.”

“ Pupu mau makan. Ya nggak Pupu. Kalau Papa Pupu boleh makan malam- malam, Pupu juga boleh.” Viola tak peduli dengan Ryan dan terus berbicara dengan Pupu.

“ Kelinci juga bisa obesitas. Kamu tiap kali ke sini suapin dia makan melulu.”

 

Tapi Viola tak peduli. Dia menggendong Pupu seperti menggendong bayi. Dia duduk di samping meja makan dengan sebelah tangan menggendong, dan sebelah tangan memberikan selada. Pupu tak berdaya. Tak bisa lari dan berjalan, maka dia terus mengunyah sayuran yang disodorkan. Viola tidak mengerti bahwa sama seperti tikus, gigi depan kelinci juga terus bertumbuh. Hanya dengan terus- terusan mengunyah mereka dapat mengikis gigi depan mereka agar tidak tumbuh terlalu panjang. Viola masih berpikir bahwa selera makan Pupu sangat tinggi.

 

Ryan hanya bisa menggeleng memperhatikan Viola. Namun dia juga tak mau repot- repot berbicara panjang lebar menerangkan. Jika kelincinya obesitas, dia akan meminta pertanggung jawaban dengan menyuruh Viola menemani Pupu berlari keliling kompleks apartemen ini. Ryan mengambil barang- barang titipannya dan naik ke kamarnya. Tak peduli dengan Viola yang mulai bersikap seolah kelinci itu miliknya sendiri.

 

Viola pun tidak peduli, dia tenggelam dengan binatang kesayangannya. Dia sangat suka melihat Pupu yang selalu membasuh muka dengan kedua tangannya. Kemudian memperhatikan sekeliling dengan wajah mengantuk. Bahkan pada saat duduk diam, hidungnya akan bergetar turun naik dengan kecepatan tinggi seperti karet yang direntangkan dan dijentik dengan jari tangan. Ketika dipanggil, Pupu akan berjalan mendekat. Terkadang sambil melompat dengan kaki belakangnya yang kuat. Namun dia jarang melompat. Dia hanya melompat saat tidak ada yang menggendong dia untuk naik ke atas bangku. Pupu lebih sering melangkah perlahan dengan malas- malasan, dan pantatnya yang bulat akan bergoyang kekiri dan kekanan bagaikan penyanyi dangdut.

 

Hanya Pupu ini yang membuat Viola betah naik ke lantai 33. Tak disangka- sangka, seekor kelinci dapat mengangkat beban yang dulu seperti mengubur seluruh harga dirinya. Di dalam kelinci ini Viola menemukan cara untuk menyindir Ryan, dengan cara pura- pura berbicara kepada Pupu namun arahnya menikung tajam kepada Ryan.

Lihat selengkapnya