Rumor semakin deras menghujani Viola. Sekarang seluruh jajaran pekerja di dalam grup perusahaan raksasa properti itu telah tahu. Viola, si gadis yang selalu datang dengan wajah malas dan mengantuk, telah diangkat menjadi sekretaris pribadi calon investor bernilai 32 T.
Dalam sekejap orang- orang di dalam kantor memandang Viola dengan cara yang berbeda. Satpam yang membukakan pintu pada saat melihat Viola berjalan terseok- seok mendekati pintu gedung, semua kepala berputar dan dengan leher memanjang memperhatikan Viola pada saat ia berjalan masuk, resepsionis yang langsung berdiri sambil mengucapkan salam saat Viola berjalan lewat, dan teman- teman kantornya yang sekarang duduk menjauh saat dia duduk di tempat biasa. Mendadak, Viola bagaikan tidak memiliki teman di dalam gedung kantor itu. Yang biasanya seharian mereka habiskan dengan tertawa dan bergosip ria, sekarang teman- temannya takut kepada Viola. Mereka semua berpikir dua kali untuk menggunjingkan sesuatu di depan Viola, apalagi jika menyangkut masalah kantor.
Tanpa mendengarpun Viola mengerti mengapa teman- temannya sekarang menjauh. Alasannya sederhana. Karena sekarang Viola yang menjadi bahan pergunjingan mereka, Dirinya sendiri yang sedang menjadi objek empuk untuk dibahas.
Dia juga tidak lagi diajak saat membahas unit baru yang siap dipasarkan, rencana pembangunan baru, dll. Sebagai gantinya seluruh perencanaan yang ada sangkut paut dengan Ryan diberikan kepada Viola. Istilah- istilah baru yang tidak dimengerti oleh Viola menjadikannya terlihat bagaikan ikan mas yang hanya melongo dan menatap kosong. Dia tidak mengerti mengapa harus dia yang menjadi penghubung. Sedangkan dia sama sekali tidak memiliki kapasitas yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan ini. Viola hanya dapat menebak bahwa ini adalah sejenis hukuman baru dari Ryan.
Tidak banyak yang harus ia kerjakan, karena memang tidak banyak yang mampu dia kerjakan. Sekarang dia lebih sering hanya berada di apartemen Ryan yang sedang kosong ditinggal oleh pemiliknya. Hanya Pupu yang menjadi teman, sementara dia terkantuk- kantuk tidur siang di atas sofa ruang tamu menunggu Dhea dan Megan pulang untuk menghibur dirinya yang sedang terpuruk.
*
Dhea dan Megan terbelalak ngeri ketika melihat Viola masuk ke dalam apartemen mereka sambil menggendong seekor kelinci. Mereka berdua dapat menerka, dari mana kelinci berwarna coklat dan putih itu berasal. Viola sudah terlalu sering menceritakan kelinci yang diasuhnya seperti mengasuh anak. Kelinci itu memang lucu dan menggemaskan, namun Dhea dan Megan jelas tahu bahwa pemilik sesungguhnya sama sekali tidak lucu.
“ Ola, kau bocor halus? Kau mau bunuh kita semua? Cem mana kalau itu mafia marah sama kita semua? “ Megan melotot dengan mulut menganga melihat Viola dengan santai melangkah masuk apartemen mereka sambil sebelah tangan menimang kelinci seperti bayi.
“ Ola, ini kelinci kalau sampai kenapa- kenapa di tempat kita, kita bertiga bisa jadi rujak serut.” Dhea menatap Viola dengan mata terbelalak seperti sedang melihat orang gila.
“ Nggak yah. Pupu gak akan kenapa- napa yah. Pupu kan nggak nakal. Aku bawa kesini justru supaya bisa jaga dia. Kalau ditinggal sendiri di atas malah bahaya. Lagi pula kasihan dia, masa sendirian di atas.” Viola tersenyum sambil menimang- nimang Pupu. Tidak peduli dengan wajah- wajah yang ketakutan di depannya.