Apartemen seribu warna

rudy
Chapter #22

Bab 22 Berubah

 

“ Eh ? Mama Pupu masih ingat jalan pulang ?”

 

Pintu bahkan belum menutup dengan sempurna ketika terdengar sindiran halus begitu Viola berjalan memasuki apartemen. Megan duduk di bangku plastiknya dengan kaki menjulur ke atas meja, senyum yang agak sinis tersungging di bibirnya. Dhea duduk di sampingnya, dengan kaki yang disilangkan. Kata- kata yang meluncur keluar dari bibirnya sebenarnya sangat halus dan lembut. Seperti lembutnya tutur kata orang yang hidup di lingkungan keraton Jogja. Namun entah kenapa, Viola merasakan kata- kata itu bagaikan pedang yang terhunus dan langsung menghunjam ulu hatinya.

 

Viola meneguk ludah, berusaha membasahi tenggorokannya yang terasa kering berpasir. Kursi plastik putih yang bertuliskan namanya sekarang terlihat bagaikan bangku terdakwa, membuatnya ragu untuk menghempaskan diri di sana. Namun juga tak mungkin untuk langsung berjalan melewati kedua sahabatnya dan mengunci diri di dalam kamar tanpa mengucapkan apapun.

 

“ Halo. Udah pada pulang ?” Viola tersenyum kaku dan melambai kepada mereka berdua. Seperti hendak memecahkan rekor Muri untuk pertanyaan terbodoh, karena jelas kedua temannya sudah duduk santai di dalam apartemen.

“ Halo.” Dhea dan Megan serentak menyambut dan melambai. Setelah itu diam tak bersuara dan membiarkan tatapan mata mereka yang berbicara.

 

Viola duduk perlahan di atas bangku putih miliknya, diapit di tengah oleh kedua sahabatnya. Tusukan pandangan mata dari kedua sahabatnya bagaikan ingin menembus kepala dan hatinya.

 

“ Kenapa klen ? Mata klen galak kali. Parkir kelewatan semenit ?” Viola bergumam, ada hawa dingin dari kedua sisi tempat duduknya.

“ Kemana saja Ola ?” Tanya Dhea sambil senyam senyum.

“ Pakai gaun cantik gini, tadi pergi sama siapa ?” Megan bertanya dengan halus dan lembut.

“ Makan, sama Ryan.” Viola menjawab dengan setengah bergumam. Dia termenung, karena akhir pekan yang baru saja dilalui olehnya sungguh terlalu jauh dari perkiraan siapapun. Beberapa hari yang lalu bahkan dalam mimpipun dia tidak akan bisa membayangkan makan bersama Raja setan, dan tertawa bersama.

“ Ryan ? Oh ? Sekarang si Raja setan sudah punya nama ?” Dhea tertawa cekikikan.

“ Hei, Ola. Cem mana kau ini ? Kau gak takut lagi sama dia ?” Tanya Megan penuh rasa ingin tahu.

 

Viola duduk diam. Dia juga tidak mengerti. Tadi, di pinggir pantai itu, batas antara Boss dengan karyawan seperti luntur. Mungkin meleleh oleh teriknya sinar matahari, atau mungkin tiupan angin pantai telah merubuhkan sekat itu.

Lihat selengkapnya