Apartemen seribu warna

rudy
Chapter #25

Bab 25 Pindahan

 

Viola meramalkan, pasti akan ada kehebohan saat dia mangatakan akan pindah sementara. Dan dia telah siap mental untuk itu. Namun bukan kehebohan yang dia dapatkan, malah kesunyian yang mencekam melanda apartemen mereka

 

Satu menit.

Dua menit.

Tiga menit.

 

Wajah Dhea dan Megan masih membeku dengan mata melotot dan bibir tumpah, pensil alis di tangan Dhea melenceng hingga membentuk cacing kecil di ujung alis. Dan lipstick di tangan Megan hampir tertelan ketika mendengar Viola akan menginap di tempat Ryan.

 

“ TUNGGU SEBENTAR !” Dhea akhirnya bersuara ketika Viola hendak berjalan keluar dari pintu.

“ OLA, KAU PIKIR DULU BAIK- BAIK !” Megan juga bersuara keras, dia bahkan berlari mendahului Viola, dan sekarang berdiri memalangi pintu.

 

Viola tercengang, kesunyian yang pecah berhamburan oleh teriakan- teriakan itu terasa agak dramatis baginya. Dia memang mempersiapkan diri untuk kehebohan, namun bukan yang seperti orang panik.

 

“ Klen ini kenapa lae ? Kita masih satu gedung. Aku di atas, klen di bawah. Kita setiap saat masih ketemu.” Kata Viola.

“ Beda, sekali kau keluar dari pintu ini, kau akan kembali tidak dalam keadaan seorang diri.” Megan berdiri memalangi pintu dengan tangan terentang memegang kedua sisi kusen pintu dengan erat.

“ Betul. Ola pikirkan baik- baik. Bikinnya memang hanya butuh setengah jam. Tapi kau harus macam bawa tivi di dalam perut selama sembilan bulan, trus seumur hidup dipanggil Ratu setan.”

 

Giliran Viola yang tercengang dengan alis berkerut.

 

“ Klen ini pikir apaan sih ? Ini hanya kerja. Beda kasur dan beda ranjang. Hanya Pupu yang akan tidur bareng aku.”

“ Papanya juga ikut kan ?” Tanya Megan.

“ Tidak harus di atas kasur kan ?” Kata Dhea.

 

Viola hanya bisa menggelengkan kepala, sadar tidak akan menang berdebat jika kedua sahabatnya ini kompak beraliansi.

 

Dengan berkalung bawang putih hasil rangkaian Megan, serta taburan garam dan merica di atas kepala yang membuat Viola terlihat seperti ketombean, berangkatlah dia menuju lantai 33. Kedua sahabatnya berdoa dengan khusuk sambil berurai air mata saat mengantar Viola menuju lift.

 

Saat di depan pintu lift megan memberikan secarik kertas yang dilipat dan sebuah pulpen kepada Viola.

 

“ Apa ini ?” Tanya Viola, dia membuka kertas itu, kosong melompong.

“ Tulis nomor pin kartu debitmu, nomor telepon agen asuransimu, dan tulis nama ahli warismu.” Megan berbisik di samping telinganya.

 

Viola terisak agak terharu oleh perhatian sobatnya.

 

Tepat sebelum Viola melangkah masuk ke dalam lift, Dhea juga memberikan secarik kertas.

 

“ Apa ini ?” Viola membuka kertas itu dan membaca rentetan angka di dalamnya.

“ Ini daftar hutang- hutangmu, dan di bagian belakang adalah nomor rekening aku.” Dhea berbisik di samping telinganya.

 

Akhirnya emosi Viola mencapai klimaks, maka menangislah mereka meraung- raung, naik ke lantai 33 terasa bagaikan mau naik ke langit ke tujuh.

 

Lihat selengkapnya