Siswa-siswi kelas X-C tengah berbaris di depan sebuah ring basket. Sinar matahari yang mulai menyengat membuat kumpulan murid itu tidak lagi tenang di tempat. Beberapa–yang kebanyakan cewek dan berada di antrian belakang–bahkan mencari tempat berlindung di bawah pohon. Seorang pria berperawakan proporsional berdiri di samping barisan paling depan dengan sebuah buku daftar nilai di tangannya. Pak Arya, guru olahraga untuk kelas X. Sesekali beliau menyebut nama sesuai urutan abjad untuk langsung dinilai.
Anita, salah seorang yang mencari perlindungan dari sengatan matahari, menonton teman-temannya yang latihan menggunakan ring basket lainnya. Ia melihatnya dengan bosan, merasa jika teman-temannya itu memiliki kelebihan energi. Sesekali gadis itu mendengus ketika melihat anak-anak cowok yang lulus penilaian tebar pesona dengan memamerkan kemampuannya. Belum lagi sorakan kagum dan cekikikan dari para anak perempuan membuat sekitaran ring basket itu menjadi ramai.
Anita melihat sekitaran pohon rindang itu. Tadinya yang heboh dengan celotehan khas remaja-remaja cewek, kini hanya ada dirinya bersama dua siswi lain yang asyik berbisik-bisik. Mungkin masih menggosipkan sesuatu. Benar saja, kegaduhannya berpindah ke lapangan basket. Tidak bisa dipungkiri jika keberadaan Mario akan selalu menjadi magnet bagi siswi-siswi di SMA Harapan Pertiwi yang sebagian besar mendeklarasikan sebagai penggemar beratnya.