Anita sedang menyimak obrolan teman-temannya di grup WA kelas. Tentu saja, seperti biasa, yang paling sering muncul adalah Nuril. Mulai dari pembahasan serius, bercandaan hingga bahan gibahan, dialah yang sangat vokal.
Karena kasus yang terjadi kemarin menyebabkan seluruh siswa diliburkan selama tiga hari, maka masing-masing wali kelas memberikan tugas yang lumayan banyak untuk dikerjakan di rumah. Tentu saja hal ini disambut teriakan penolakan dari para siswa. Namun, mau bagaimana lagi. Tugas tetaplah tugas atau nilai mereka akan dipastikan merah di buku rapor.
"Jadi, fixnya kita kerja kelompoknya di mana?" tanya Wira selaku ketua kelas, menengahi topik obrolan yang sedari tadi sudah keluar jalur.
"Di kafe aja, gak bikin ngantuk," balas Heru. "Ada musik-musiknya."
"Ya kali nugas sambil dengerin musik, bikin nggak konsen tau! Jangan cafe, deh! Yang lain aja!" protes seseorang yang nomornya tak disimpan oleh Anita. Namanya pun hanya segaris tilde.
"Rumahnya Nesya aja, kan lumayan luas tuh," saran Anggita disertai emotikon cinta.
"Rumahnya Nesya mah langganan kerja kelompok, tapi kalau Nesyanya oke, ya gaskan." Nuril menandai Nesya karena tahu gadis dengan tutur lembut itu meskipun sering terlihat online, tetapi jarang membuka grup kelas.
"Boleh-boleh, kalian mau ke sini jam berapa?" Nesya sebagai pemilik rumah sudah setuju.
"Sekarang aja kali ya? Kan tugasnya lumayan banyak," usul akun bertanda tilde.
Semua membalas setuju.
"Kalau gitu, aku siap-siap sekarang. See ya!" pamit Nesya.
"Oke fix, kerja kelompoknya di rumah Nesya. Semuanya siap-siap. Yang mau nyusul, boleh. Yang butuh tebengan, komen aja, mungkin bisa aku jemput." Wira mengomando seisi grup untuk bergerak cepat.
"Guys, kalau sempat aku nyusul aja ya, soalnya lagi ada acara penting!" komentar Si Bintang Basket, Mario.
Seketika chat Mario dipenuhi emotikon sedih dan patah hati. Cewek-cewek yang tadinya semangat berubah lesu mengetahui pujaan mereka tidak ikut. Kerja kelompok lumrah memang dijadikan ajang untuk PDKT.
Anita tak lagi menggubris obrolan di grup yang makin ramai karena kehadiran Mario. Mungkin beberapa dari mereka membujuk agar pemain basket itu ikut kerja kelompok. Anita baru akan membereskan alat tulisnya ketika nada pesan masuk menyapa pendengarannya.
Candra. "Mau bareng gak?"
Anita berpikir sebentar, menimbang ajakan Candra. Awalnya ia tak berminat ikut. Dari pengalamannya, kerja kelompok lebih banyak diisi dengan candaan dan bermain-main. Sampai-sampai tugasnya itu tetap dibawa pulang untuk diselesaikan. Namun, merasa tugas yang diberi oleh Pak Iksan–wali kelas X-C–lumayan banyak, jadilah Anita berubah pikiran.
"Boleh, berangkat jam berapa?" tanya Anita.
"Mungkin sejam lagi, ada urusan bentar. Gak papa, kan, kamu nunggu?"