Apavarga

H.N.Minah
Chapter #6

5

Hari pertama masuk sekolah setelah kejadian bunuh diri Bu Dwi. Namun, berita itu seakan redup dan tenggelam karena kabar lain. Berita Mario-Yuni berpacaran lebih santer dibicarakan seantero sekolah. Pelaku penyebar gosip tentu tidak lain dan tidak bukan adalah Nuril.

Dari kursinya, Anita bisa melihat wajah antusias Nuril yang sedang bercerita atau mendongeng–istilah Anita khusus untuk Nuril–di depan Anggita dan yang lainnya. Walau kumpulan penggosip itu berada di luar kelas tampak jelas topik obrolan mereka makin seru. Terlihat dari raut wajah Nuril dan gerakan tangannya seolah menceritakan sesuatu yang sangat spektakuler. Dan para pendengar setianya hanya bisa menyimak dengan khidmat sambil sesekali menimpali. Jika Nuril ikut lomba mendongeng, story-telling, atau sejenisnya, Anita yakin 100% kalau gadis tambun itu akan mendapat juara satu.

"Diam-diam bae!" Kehadiran Candra di hadapan Anita seketika memblokir pandangannya pada Nuril dan kawan-kawan. "Jangan bilang kamu juga ikutan galau karena Pangeran Mario udah jadian sama Primadona Sekolah kita," tebak Candra.

"Aku? Galau karena Mario?" Anita tersenyum meremehkan mendengar tudingan Candra. "Aku bakal lebih galau kalau perutku keroncongan. Kantin, yuk!"

"Syukur deh, padahal aku pengen traktir es krim lagi seandainya kamu beneran galau," ucap Candra pura-pura menyesal sembari mempercepat jalannya.

"Eh, eh, kalau gitu aku galau aja deh!" seru gadis itu setengah berteriak seraya mengejar Candra yang sudah jauh di depan sana. Mendengarnya, si korban peneriakan berbalik menatap Anita dengan senyum lebar di bibirnya.

"Katanya tadi gak galau," goda Candra.

"Iya, tadi aku gak galau. Tapi sekarang aku galau mikirin traktiran es krim kamu," bela Anita sambil cengengesan.

"Ya sudah, pulang sekolah bentar. Kamu gak ada jadwal ekskul, kan?"

Anita menggeleng sebagai jawaban. Teringat kembali ketika Candra tak langsung mengantarnya pulang selepas kerja kelompok di rumah Nesya. Dengan alasan otaknya panas dan butuh didinginkan, Candra mengajak Anita melipir ke kedai es krim yang kebetulan dilewati. Dalam hati Anita membatin, "Siapa sih yang menolak es krim setelah 25 soal fisika penuh rumus itu?"

"Woy, mentang-mentang bareng gebetan, kita udah dilupain gitu aja!" Seruan disertai gebrakan meja mengangetkan Anita juga Candra yang sedang menikmati es teh masing-masing. Untunglah keduanya bisa mengontrol kekagetan mereka sehingga insiden saling sembur bisa terhindarkan. Beberapa siswa yang juga berada di kantin sempat memandang heran ke meja Anita dan Candra.

Dengan enteng si pelaku penggebrak meja merangkul Candra dengan akrab, sementara seorang wanita cantik duduk di samping Anita. Lelaki beraura secerah matahari di siang bolong itu berbisik meski tetap didengar oleh orang di hadapannya. "Jadi, ini orangnya?"

Candra berdecak sebal sambil menyingkirkan lengan temannya. "Apa sih?! Ganggu aja!"

Merasa disinggung, Anita mengalihkan fokus dari ponselnya dan memandang tamu yang baru saja bergabung dengan mereka. Sedari tadi ia tak memperhatikan mereka karena merasa tidak begitu dekat. Ya, Anita memang tipikal gadis yang kurang pintar berbasa-basi.

"Kenalin, Raya." Gadis cantik di samping Anita menyodorkan tangan disertai senyum menawan. "Dan dia, Rian, maafin kelakuan kakakku, ya!"

"Anita."

Anita membalas uluran tangan Raya. Tak pernah disangkanya, pemilik gelar siswi tercerdas di seantero SMA mereka akan mengajaknya berkenalan duluan. Jika dibanding Yuni, Anita lebih memilih Raya sebagai Primadona Sekolah. Sudah cantik, pintar, ramah, sopan lagi. Dengar-dengar orang tuanya juga seorang eksekutif di perusahaan ternama. Definisi sebuah kesempurnaan. Sayangnya, kehadirannya yang jarang di sekolah karena mengikuti lomba ini-itu membuat orang-orang kurang mengenalnya. Anita pun tak pernah menduga jika Candra berteman akrab dengan mereka.

"Nama yang cantik, seperti orangnya," gombal Ryan kemudian mengedipkan mata. Raya hanya tertawa mendengar cuitan kakaknya.

"Makasih, tapi lebih cantikan Raya, sih."

Lihat selengkapnya