Anita tak ingat bagaimana ia bisa sampai ke tempat ini. Semua berjalan dengan sangat cepat. Penemuan mayat Nuril, orang-orang berdatangan, dorongan, teriakan, histeria, hingga evakuasi.
Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling dan mendapati betapa sibuknya para petugas berseragam itu mondar-mandir. Suara bentakan bahkan sesekali menyapa telinga Anita. Semuanya tampak buru-buru. Berbanding terbalik dengan mereka yang hanya duduk santai di kursi tunggu.
"Kita kenapa ada di kantor polisi?" tanya Anita pada Candra. Di pangkuannya tertidur Anggita yang masih memeluk tas Nuril. Sepertinya ia kelelahan setelah menghadapi semua ini.
"Kamu lupa? Kita diminta jadi saksi atas kematian Nuril." Candra mendudukkan dirinya tepat di samping Anita. "Kamu pucat. Sayangnya, aku tak sempat beli sesuatu. Aku tak bisa meninggalkanmu sendiri bersama Anggita yang terus menangis."
Anita kembali memandang gadis di pangkuannya. Terlihat gurat kelelahan di sana. Jauh di dalam hatinya, Anita merasa takjub mengetahui seseorang seperti Nuril memiliki kawan yang setia seperti Anggita.
"Hm, tak apa," ucap Anita.
Tak berselang lama, seorang pria dewasa berlari ke arah mereka. Itu Pak Arya. Dengan sebuah tentengan kresek, ia menghampiri ketiganya. "Kalian tak apa? Ini Bapak beli makan sama minum buat kalian. Ayo, makanlah, kalian pasti terguncang melihat teman kalian!" Pak Arya merasa enggan untuk mengucap nama Nuril di depan mereka.
"Makasih, Pak," ucap Anita dan Candra bersamaan.
Candra menerima kresek itu dan memberikan sebotol air pada Anita. "Tidakkah kamu merasa deja vu?"
Anita tersenyum kecut. "Kuharap kejadian ini menjadi yang terakhir."
"Kalian tetap di sini, Bapak akan mengurus beberapa hal dulu."
Semuanya kembali seperti semula setelah kepergian Pak Arya. Candra menawarkan roti pada Anita yang dibalas gelengan pelan.
"Aku ngantuk," ucap Anita.
"Tidurlah, biar aku yang menunggu Pak Arya." Candra merebahkan kepala Anita agar bersandar ke pundaknya.
Anita sempat kaget mendapati perlakuan Candra. Namun, didera kantuk yang sangat, ia jadi mengabaikannya. Dan sebelum jatuh dalam ketidaksadaran, samar-samar Anita mencium bau musk yang menenangkan.
~~~
"Nit, Nita! Bangun!"