Anita tertunduk memegang kepala ketika gempuran memori mengerikan yang berusaha ia lupakan memaksa masuk ke sel-sel otak. Ingatan terakhirnya hanyalah ketika ia masih tinggal berdua dengan mamanya.
Sesudah pernikahan kedua Maya, mama Anita, hanya ada mimpi buruk selama mereka tinggal bersama. Ternyata, tujuan ayah tirinya menikahi Maya sebab mengetahui harta warisan Ferdi, suaminya, yang ditinggalkan bisa menghidupi keluarga kecilnya hingga Anita cukup dewasa.
Nyatanya, semua warisan itu diatasnamakan pada Anita dan bisa ia kuasai ketika berusia delapan belas tahun. Pun biaya bulanan tetap ditransfer meski hanya cukup menghidupi Anita dan Maya. Mengetahui hal itu, dan sudah terlanjur menikah, ayah tirinya yang bernama Gio, berubah menjadi 180 derajat.
Setelah kejadian bunuh diri, pasangan suami istri itu dinyatakan meninggal di tempat akibat pendarahan hebat juga patah tulang. Menyisakan Anita yang masih bisa diselamatkan.
Selidik punya selidik, Maya mengikuti sebuah sekte sesat yang menganjurkan anggotanya bunuh diri agar mencapai kebahagiaan mutlak. Untuk melancarkan aksinya, Maya mencampurkan zat adiktif berupa LSD di kopi Gio. Sementara Anita disuntikkan di tubuh kecilnya. Zat itu seketika membuat keduanya berhalusinasi seperti keinginan di hati mereka.
Gadis kecil itu dirawat di rumah sakit atas tanggungan asuransi Ferdi dan sempat menjalani rehabilitasi sebab terdampak zat adiktif. Karena tak memiliki sanak keluarga di kota itu, Anita akan dikembalikan ke keluarga terdekatnya yang masih hidup. Namun, gadis kecil itu berkeras untuk menetap di rumah peninggalan ayahnya meski harus diawasi oleh pemerintah setempat.
Beritanya sempat viral, tetapi seiring berjalan waktu kejadian itu mulai terlupakan dan digantikan berita-berita lainnya. Sejak saat itu, Anita hidup sendiri dengan dibayang-bayangi kehadiran Maya di dekatnya. Walau tak pernah berinteraksi, Anita merasa cukup dengan itu.
Isak tangis Anita menggema di ruangan psikolog. Setelah semua ingatannya kembali, gadis itu tak tahu mana yang nyata dan mana yang hanya buah pikiran. Semua tercampur aduk dalam batas realitas di kepala.
Kak Indah mengambilkan minum untuk Anita. Si psikolog sendiri merasa kasihan sekali anak sekecil itu harus menghadapi peristiwa mengerikan yang mengancam nyawa. Bahkan ia tak sanggup ketika mendengar potongan rekaman juga video ketika Anita masih dirawat.
Adalah benar rumah sakit tempat Anita dirawat dulu sama rumah sakit tempat ia bekerja saat ini. Kebetulan dokter yang menangani Anita kecil merupakan seniornya yang juga kakak Bu Kinan.
"Minum dulu, ya," pinta Kak Indah. Ia mengusap pelan kepala Anita. Tak disangka, Anita roboh ke pelukan Kak Indah setelah meminum seteguk air.
"Aku capek, Kak," ucap Anita dengan suara serak.
Anggita bingung dengan semua kejadian yang serba tiba-tiba cuma bisa menggenggam tangan Anita. "Kamu yang kuat, Nit. Kamu pasti bisa melalui semua ini," ucapnya memberi semangat.
"Kamu istirahat dulu, oke?" Walau bertanya, Kak Indah tahu pasti jika ia tak butuh jawaban. Hanya melihat Anita yang memejamkan mata di pangkuan dengan napas teratur membuat Kak Indah sedikit bernapas lega.
"Aku nggak nyangka kalau anak yang selamat kejadian beberapa tahun silam adalah teman sekelasku," celetuk Anggita seraya menyandarkan dirinya agar rileks. Entah mengapa ia ikutan tegang.
"Ya, aku juga pernah mendengar kasus itu. Siapa sangka anak kecil yang selamat itu masih hidup hingga saat ini. Dan kini tertidur di pangkuanku." Kak Indah membelai kepala Anita dengan lembut. Sudah cukup ketidakadilan yang dirasakan Anita sewaktu kecil. Ia harap gadis di pangkuannya bisa tumbuh menjadi wanita tangguh.