Apavarga

H.N.Minah
Chapter #32

31

Candra sesekali memandang Anita yang masih 'terlelap' di kursi penumpang. Jauh di lubuk hati yang paling dalam, ia sangat tidak ingin situasi ini terjadi pada mereka. Lelaki itu bahkan mengabaikan telepon dari seseorang yang menjadi mentornya.

"Biarlah untuk sebentar saja, aku menikmati waktuku berdua dengannya," batin Candra.

Ia tidak menyangka akan satu sekolah dengan Anita. Setelah sekian lama berpisah, akhirnya mereka dipertemukan di SMA yang sama. Gadis itu tak tahu betapa Candra sangat menahan diri untuk menyapa. Sayang, ada misi yang harus dijalankan di sekolah ini.

Candra kembali teringat bagaimana ia pertama kali bertemu Anita. Saat itu, ia sedang mengubek-ubek tong sampah di sebuah perkampungan ketika seorang anak kecil sebayanya memperhatikan dirinya.

Merasa terganggu, Candra berhenti mencari gelas-gelas plastik dan balik memandang anak perempuan itu. Bukannya malu, tatapan dari iris sejernih madu itu malah kian kagum. Seolah sedang melihat sesuatu yang luar biasa. Sebaliknya Candra, ditatap seperti itu membuatnya ingin segera kabur.

"Cantik," ucap anak perempuan itu dengan terus terang.

Bagi si anak perempuan, wajah bulat dengan rambut sebahu yang dibiarkan tergerai itu membuat ia tak tahan untuk menyanjungnya. Walau tak sedikit cemong di wajah yang selalu menyebabkan Candra merasa minder. Bulu mata yang panjang, bibir tipis dan tulang hidung yang mancung seakan menarik orang-orang untuk terus melihatnya.

Kaget, malu bercampur senang dirasakan Candra. Membuat wajah anak itu yang sudah memerah akibat sinar matahari kian memerah bak kepiting rebus. Ia sampai mematung sebab tak pernah seorang pun memujinya seperti itu.

Candra hanyalah anak buangan yang tinggal bersama anak-anak buangan lainnya di sebuah bangunan tak terpakai. Seorang pria dewasa yang membesarkan mereka dipanggil Bapak Bos. Bapak Bos inilah yang memungutnya di semak-semak dan merawatnya hingga sekarang dirinya sudah berusia enam tahun.

Setiap hari Candra dan 'saudara-saudaranya' ditugaskan mencari plastik atau barang-barang bekas untuk dikumpulkan dan ditukar dengan rupiah. Penampilan Candra yang jauh dari kata bersih juga bau sampah yang melengket di pakaian terkadang menyebabkan orang-orang menghindarinya. Karena itu, mendengar pujian seperti tadi membuat perasaan hatinya campur aduk.

"Namamu siapa?" tanya anak perempuan itu.

"Candra," jawabnya dengan gugup.

Candra merasa lebih heran ketika anak perempuan itu menjulurkan tangannya dan berkata, "Anita. Salam kenal."

Candra melihat tangan Anita, kemudian tangannya selama beberapa kali. Rasanya sungkan untuk berjabatan dengan tangan bersih anak di depannya. Tangan miliknya terlalu kotor dan ia khawatir bisa menularkan penyakit.

Terlalu lama diabaikan, Anita berinisiatif menarik tangan Candra dan membuat mereka berjabatan tangan. "Mungkin aku akan sering mencarimu." Tak mengetahui jika di masa depan malah Candra yang selalu mencari Anita.

"Mencariku? Untuk apa?" tanya Candra.

"Ayo, ikut aku!" Tanpa menunggu persetujuan anak lelaki di depannya, Anita menariknya ke suatu tempat.

"Kita mau ke mana?" Candra merasa agak panik sebab orang yang baru dikenalnya menyeretnya pergi dari sana dan membawanya ke tempat antah-berantah.

Tak lupa ia menarik karung yang masih setengah terisi miliknya. Pernah sekali ia menghilangkannya dan berakhir tidak mendapat jatah makan malam. Candra tentu tak mau hal itu terulang kembali.

"Tenang saja, aku bukan penculik anak-anak," ucap Anita tanpa memalingkan wajah ke belakang.

Lihat selengkapnya