"Kau tau, aku sangat ketakutan ketika pemimpin organisasi itu mengatakan mereka membawa anak yang salah. Bahkan aku sudah siap mati." Candra menghela napas seraya mengusap rambutnya ke belakang. "Di pikiranku waktu itu, apa lagi yang bisa dilakukan anak tujuh tahun, sendirian di sarang teroris?"
Anita terkesiap sampai-sampai matanya membola. Namun, obat penenang yang diberikan Candra masih berefek pada tubuhnya sehingga ia masih tak bisa bergerak bebas.
"Untungnya, ia mengampuniku. Sebagai gantinya, misi saat ini yang seharusnya dijalankan olehmu, jadi dibebankan padaku. Kau mau tau apa–"
Namun, Candra belum selesai berbicara. Tiba-tiba laju mobil terasa aneh seakan-akan ada yang salah di belakang sana. Lelaki berparas manis itu segera menepikan mobil dengan tenang walau kondisi jalan yang sepi dan hening.
"Bentar, aku cek dulu. Kamu jangan ke mana-mana, oke?" pinta Candra tanpa mematikan mesin mobil.
Sedikitnya Anita dapat bernapas lega setelah kepergian lelaki itu. Ia berusaha menggerakan jari, kepala, kaki, apapun anggota tubuhnya ketika mendadak Candra muncul membuka pintu dan mematikan mesin mobil. Seketika Anita membatu menahan napas.
"Bannya nginjak paku, tapi tenang aja, aku ada ban serep. Jadi, nggak bakal lama kok."
Setelahnya Candra sibuk dengan urusan mengganti ban. Meninggalkan Anita yang telah pulih dari obat penenang. Gadis itu ingin menelpon seseorang untuk meminta bantuan. Namun, ponselnya sendiri mati total.
Selain itu, ia membutuhkan bukti kuat yang bisa dijadikan pembenaran kesaksiannya. Entah kebetulan atau beruntung, Candra meninggalkan ponselnya di dekat persneling mobil.
Anita mencoba-coba pola yang kemungkinan digunakan Candra dengan mengingat saat kedekatan mereka dulu. Dan Anita mendapat akses penuh di percobaan ketujuh.
Aplikasi pertama yang ia buka adalah galeri. Sesuatu seakan menariknya untuk melakukan itu. Dari foto terbaru tak ada sesuatu yang aneh, kebanyakan diisi gambar langit ataupun mahkota bunga. Namun, semakin ke bawah, beberapa gambar terlihat aneh di antara yang lain.
Anita sempat tak percaya ketika mendapati fotonya sedang memegang buku di ruangan ekskul olimpiade ada di ponsel Candra. Gadis itu sontak teringat pada buku bersampul putih dengan tujuh kelopak kamboja berwarna biru muda dan isinya hanya lembaran-lembaran kosong. Buku berjudul Apavarga.
Yang membuat kening Anita makin berkerut sebab fotonya diambil dari kamera pengawas. Dan yang paling mengejutkan lagi, selain dirinya, ada orang lain juga. Pun dengan pose yang tak jauh berbeda, memegang buku itu.