Anita membuka mata dan menyadari jika kasur yang ditidurinya sangat empuk dibanding kasur di rumahnya. Namun, senyaman apa pun itu, tak membuat ia berhenti meringis perih sebab kejadian semalam.
Ia bangun dari pembaringan dan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Kamar tidur yang seluas tiga kali ukuran kamarnya di rumah membuat ia tercengang. Sampai-sampai Anita mencubit lengannya barangkali dirinya masih di alam mimpi. Namun, perasaan sakit yang dialami menyudahi tindakan bodoh itu.
Gadis itu juga memeriksa pakaian yang dikenakan bukanlah miliknya. Pun pada luka-luka yang telah ditempeli plester. "Apa ini rumah Pak Sanjaya?!" batinnya setelah mengingat orang terakhir yang bersamanya sebelum jatuh tertidur.
Anita bergegas keluar kamar dan mencari pemilik rumah. Keheningan yang hadir membuat ia bisa mendengar suara wanita yang ternyata adalah pembaca berita. Suara itu makin jelas ketika Anita mendekati satu-satunya sumber suara yang berada di lantai satu.
Berita Terkini! Kecelakaan Maut Disebabkan Tabrakan Bunuh Diri.
Tajuk berita yang pertama kali dilihat juga sorotan mobil yang dikenalnya membuat ia terkesiap tak percaya. Menyebabkan sepasang suami istri yang sedang menonton TV berbalik bersamaan.
Anita hanya bisa berpengangan di tembok sebelum wanita dewasa di samping Pak Sanjaya datang menghampirinya. Dengan lembut wanita berwajah oriental itu membawa Anita duduk di sofa. Perhatian gadis itu berfokus penuh pada siaran berita yang sedang panas-panasnya di pagi hari.
Pengendara mobil, berinisial C, melakukan aksi bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya pada sebuah pohon besar. Dugaan kuat kejadian tersebut terekam pada CCTV di seberang jalan ketika C sempat memundurkan mobil baru kemudian menghantam pohon dengan kecepatan di atas rata-rata.
Saat ini, pelaku sekaligus satu-satunya korban kejadian ini telah dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Adapun tanggapan dari keluarga angkat pelaku tak merasakan ada kejanggalan sehingga membuat lelaki yang bersekolah di SMA Harapan Pertiwi itu berbuat nekat.
Hingga kini belum ada kejelasan motif di balik peristiwa ini. Namun, kecurigaan pada kasus bunuh diri di SMA Harapan Pertiwi akhir-akhir ini bisa jadi memicu pelaku untuk melakukan hal yang sama.
Anita tak tahu harus merespon bagaimana. Ia tak menyangka jika ucapan perpisahan Candra semalam akan benar-benar terwujud.
Ia tak bisa memaafkan Candra sebab termasuk salah satu dalang di balik peristiwa di sekolahnya. Namun, jauh di lubuk hati gadis itu, ada penolakan untuk terus membenci Candra.
Wanita dewasa itu mengelus punggung Anita agar kembali tenang. Sementara Pak Sanjaya mematikan TV sebab merasa cukup dengan berita hari ini.
"Minumlah dulu," ucap wanita itu seraya menyodorkan segelas air pada Anita.
Merasa tak ada sesuatu mencurigakan Anita meneguk air itu hingga habis.
"Pertama, izinkan aku untuk memperkenalkan diriku. Namaku Sanjaya dan di sampingmu, istriku. Namanya Ayumi," ucap Pak Sanjaya seraya menunjuk wanita berwajah oriental itu. Bu Ayumi hanya menganggukkan kepala dan tersenyum pada Anita.
"Aku dan Ferdi, ayahmu, telah berteman sejak kami masih SMA. Dia sudah seperti saudara kandung. Singkat cerita kami menjalani kehidupan masing-masing. Aku berkecimpung di dunia hukum. Ferdi mengembangkan bisnisnya yang sukses besar. Namun, tetap ingin hidup sederhana bersama keluarga kecilnya."
Anita merasa sesak di dadanya kembali lagi ketika Pak Sanjaya menyinggung keluarganya. Akan tetapi, Anita harus mendengar semua untuk menyempurnakan teka-teki itu.
"Di waktu-waktu tertentu kami sering bertemu dan membahas perkembangan masing-masing. Tak jarang Ferdi membantuku jika aku mendapat masalah. Sampai suatu malam, seperti saat alarm peringatan di kepalanya berbunyi, ia berkata ingin mengalihkan semua kekayaannya atas namamu."
"Apa sesuatu terjadi? Saingan bisnisnya mengancam Ayahku?" tanya Anita.
Pak Sanjaya menghela napas berat. Setelah sekian lama menyimpan rahasia itu, akhirnya ia harus membeberkannya. "Lebih buruk dari itu. Maya, mamamu yang merencanakan kematian Ferdi."
Tak sadar, Anita berdiri dan mengenyahkan tangan yang sedari tadi mengelus punggungnya. "Maksud Bapak, Mama membunuh Ayah?! Nggak mungkin!"