Aphelion

Clarissa Kawulur
Chapter #2

1. Tentang Hujan Dan Pertemuan Pertama Kita

Harus ku mulai dari mana kisah ini? Aku bingung.

Mungkin dari suatu hari di tanggal sebelas bulan pertama. Masih awal tahun, jadi tidak mengherankan kalau hujan turun hampir setiap hari. Aku baru saja mau melangkahkan kaki keluar dari toko buku, ketika tetesan air menderas secara tiba-tiba. Dengan cepat aku memasukkan novel yang baru ku beli ke dalam tas selempangku.

Wajahku yang semula cerah, ikut mendung ketika menyadari kecerobohanku. Bagaimana mungkin aku lupa membawa payung, padahal Mama sudah berulang kali mengingatkan. Saat itu aku memang menggerutu dalam hati, mencaci diri sendiri karena selalu saja melupakan hal-hal penting. Meskipun bertahun-tahun kemudian, ketika mengingat kembali hari itu aku mensyukuri kecerobohanku.

Ketika sedang menimbang apakah aku harus menelepon Mama dan minta di jemput, ataukah lebih baik menunggu sampai hujan reda, kamu datang. Aku tidak terlalu memperhatikan ketika kamu berdiri memandangi hujan disampingku. Sampai kemudian aku mendengar suaramu.

"Hujannya deras ya." Katamu saat itu. Ketika memalingkan wajah menatapmu, aku mendapati dua buah iris mata sewarna malam. Hitam kelam, namun entah mengapa terlihat berkilauan. Kurasa karena pantulan lampu, atau mungkin juga karena petir dan kilat yang sesekali terlihat.

"Iya, kak." Jawabku. Kedua matamu masih diam menatapku, sampai saat dimana suara guntur mengagetkan kita berdua. Setelah itu pun, kau malah tertawa menanggapi kecanggungan yang tiba-tiba tercipta.

"Mau nunggu di dalam?" Tanyamu. Tanpa kata, aku mengangguk dan mengikuti sampai kamu mengajakku duduk di kursi tunggu yang memang telah tersedia.

Canggung yang saat itu kurasakan, perlahan terkikis ketika kamu terus berusaha mengajakku berbicara. Hal-hal menarik yang rasanya sulit kubicarakan bersama teman-teman seumuranku.

"Kamu tahu paradoks?" Aku mengangguk lagi, ketika mendengar pertanyaanmu. Kebetulan yang menyenangkan, akhir-akhir ini aku sedang senang membaca buku bertema fiksi ilmiah yang sesekali membahas paradoks dan dimensi lain.

"Paradoks kesukaanku itu, yang mengenai perubahan. Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri."

Lihat selengkapnya