Pertemuan ketiga kita, tanggal dua puluh bulan pertama. Hari senin siang yang cukup panas. Sepulang sekolah, kamu mengumpulkan para anggota baru mading di aula sekolah. Dari pertemuan itu, aku akhirnya mengetahui nama lengkapmu.
Agam Farid Kaili.
Siswa tahun kedua, jurusan Mipa, ketua ekskul mading, sekaligus anggota osis, sanggar dan green comunity.
Aku penasaran, bagaimana caramu membagi waktu? Apa tidak sulit kalau harus aktif di empat ekstrakulikuler sekaligus? Sebanyak apa tenagamu sebenarnya? Rasanya belum pernah aku melihatmu lelah dan berdiam diri barang sejenak.
"Jadi, Agam ini ketua kalian." Kata seorang kakak kelas berambut panjang sebahu. Kalau tidak salah namanya Ayu. Perkataannya tersebut sontak membuatku dan hampir seluruh anggota baru mading berpaling menatapmu.
"Hai, semuanya. Tolong kerja samanya ya." Balasmu ramah. Kelihatannya dirimu sudah terbiasa berbicara didepan orang banyak. Aku tidak melihat tanda-tanda kegugupan di wajahmu.
Tak lama kemudian kamu mulai membagi kami kedalam beberapa kelompok kecil. Katamu, hasil pekerjaan kami akan lebih berkualitas kalau kami hanya fokus pada satu hal.
Aku sendiri masuk kedalam kelompok —setelah ini aku akan memakai istilah divisi, karena kau pun lebih sering menggunakan istilah tersebut— What's New. Divisiku bertugas untuk memberikan info-info terbaru dari dunia luar. Dan kebetulan yang menyenangkan, kamu sendiri yang menjadi koordinator dari divisiku waktu itu.
Anggota mading hanya sekitar enam belas orang, dan ada empat pengurus inti, sehingga jika ditotal hanya dua puluh orang. Dibagi kedalam empat divisi, membuat masing-masing pengurus inti harus menjadi koordinator dari satu divisi yang beranggotakan empat orang.
"Hai, Nara." Sapamu begitu aku mendudukan diri disamping seorang anak perempuan berambut pendek sebahu. Tampaknya aku menjadi anggota terakhir yang datang, namun kamu tidak mempermasalahkannya.
"Hai, Kak Agam." Balasku. Seperti biasa kamu tersenyum, dan senyummu dipastikan menular padaku.
"Ayo kita memperkenalkan diri dulu. Namaku Agam Farid Kalili. Biasa dipanggil Agam." Nada suaramu terdengar riang, dan kelihatannya hal tersebut sangat mempengaruhi suasana hati anggota divisi yang lain.
"Namaku Binar Lembayung. Biasa dipanggil Binar." Sambung anak perempuan berambut sebahu disampingku.
"Namaku Narasi Amerta. Biasa dipanggil Nara." Kataku, ketika menyadari bahwa tatapan matamu menuju padaku. Kamu mengangguk puas sebelum akhirnya memalingkan pandangan pada anak lelaki berambut cepak.
"Cakrawala." Kata anak lelaki itu. Sikapnya yang dingin tidak membuatmu kesal. Kamu malah semakin melebarkan senyuman, sambil menariknya untuk duduk lebih dekat denganmu.
"Hai, Cakra. Namamu bagus." Kedua tanganmu merangkul Cakrawala dengan erat, meskipun dia tampaknya ingin sekali melepaskan diri darimu.
"Kalau kamu? Nama kamu siapa?" Tanyamu pada seorang anak lelaki berkaca mata. Sedari tadi dirinya hanya menunduk diam. Baru ketika kau mengajaknya bicara, aku dapat melihat wajahnya dengan jelas.