Aphelion

Clarissa Kawulur
Chapter #24

23. Permintaan Maaf Bukan Obat Penghapus Sakit Hati

Efek kupu-kupu atau butterfly effect merupakan istilah dalam teori kekacauan, dimana perubahan kecil pada suatu tempat dalam suatu sistem dapat mengakibatkan perubahan besar dalam keadaan kemudian.

Kalau aku pikirkan kembali, keadaan kita sekarang bisa jadi merupakan salah satu fenomena dimana sebuah kejadian kecil —yang bahkan mungkin dirimu sendiri tidak menyangka— malah memberikan efek begitu besar pada kehidupan kedepannya.

Perkenalan kita bukanlah suatu hal yang menakjubkan. Tapi siapa sangka, awal yang biasa saja itu malah membawa kita pada sesuatu yang dapat mengubah sebagian kecil alur kehidupan.

Awal mula jarak di antara kita juga bukanlah suatu hal besar —bahkan bukan kita yang memulainya— tapi ternyata dapat membawa dampak lebih dari yang kita bayangkan.

Hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang. Banyak hal yang harus dibereskan, banyak hal yang harus dibersihkan. Sepulang sekolah, anggota divisi sudah berkutat dengan dos-dos berdebu berisi bahan mading. Padahal hanya ditinggalkan sebulan, tapi debu yang menempel sukses membuatku dan Binar merasa enggan.

"Awas!" Seruan tersebut membuatku seketika bergeser ke samping. Tampak Asav datang dengan wajah kusut. Di tangannya terdapat setumpuk kertas warna-warni untuk bahan mading minggu ini.

"Pelan-pelan Asav," kataku ketika melihatnya sedikit kesulitan. Baru saja tanganku bergerak untuk mengambil sebagian tumpukan kertas tersebut, Asav kembali membentak.

"Gak usah ngehalangin jalan!" Aku, Binar dan Cakrawala tentu terkejut mendengarnya. Selama ini Asav tidak pernah sekalipun berbicara sekasar itu, terlebih padaku dan Binar yang merupakan perempuan.

"Biasa aja dong," sahut Cakrawala dari ujung ruangan. Beruntungnya aula sedang sepi, hanya terdapat divisi kami sehingga tidak ada orang lain lagi yang melihat sikap kasar Asav waktu itu.

"Kamu kenapa?" tanya Binar setelah beberapa menit terlewati dalam diam. Perlahan aku dapat membaca apa yang terjadi. Tampaknya emosi Asav sedang tidak stabil akibat sidang perceraian orang tuanya siang itu.

"Gak apa-apa," jawab Asav ketus. Ku pikir Binar sudah menyerah, namun tampaknya aku salah.

"Asav, kenapa?" Asav menatap kesal pada Binar yang berdiri tidak jauh dari posisinya.

"Gak apa-apa!" Binar tampak terkejut mendengar balasan Asav yang jauh dari kata ramah. Kedua matanya mulai berkaca-kaca, membuat Cakrawala yang memperhatikan dari jauh merasa kesal.

"Kenapa sih kamu dari tadi marah-marah terus? Kalau ada masalah, cerita ke kita." Asav memalingkan wajahnya pada Cakrawala, menatap kesal pada lelaki yang sejengkal lebih tinggi darinya itu.

"Gak usah sok perduli!" Serunya tepat ketika kamu memasuki aula. Kamu menatap Asav yang wajahnya memerah dengan bingung. Kemudian pandanganmu beralih pada Cakrawala yang tampak sama kesalnya, dan pada Binar yang hanya menunduk menatap lantai.

"Kenapa ini?" tanyamu. Akhirnya, pandanganmu jatuh padaku.

"Asav kak," jawabku pelan. Dapat aku lihat kerutan samar yang muncul pada dahimu.

"Asav, kenapa?" tanyamu lagi, kali ini pada Asav. Lelaki itu tampak menghela nafas sekali sebelum kemudian melontarkan permintaan maaf setengah hati.

"Gak apa-apa. Maaf."

"Gitu aja? Kamu gak mau ngejelasin sesuatu?" Sahut Cakrawala. Dari tatapan matamu, aku tahu kamu sudah bisa mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi pada Asav.

Lihat selengkapnya