Seminggu setelah hanya aku dan kamu yang tersisa dari anggota divisi, untuk kesekian kalinya kamu membuatku jatuh dan patah.
Tanggal enam bulan ketujuh. Beberapa minggu lagi kamu akan menghadapi ujian akhir, lalu setelah itu aku kembali sendirian. Satu hal yang tidak aku sangka, aku sudah kehilanganmu jauh sebelum kamu pergi meninggalkanku.
"Kak Agam, mau mampir ke rumah?" tanyaku begitu turun dari angkutan umum. Seperti biasanya, kamu akan menemaniku sampai di depan lorong, sebelum kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki ke rumahmu yang berjarak beberapa lorong dari lorong rumahku.
"Enggak dulu ya, Nara," jawabmu sembari mengimbangi langkahku yang kecil. Satu dari sekian banyak hal yang aku sukai ketika berjalan denganmu, kamu tidak pernah keberatan memperlambat langkah untukku.
"Oh, oke." Melihat raut kekecewaan pada wajahku, kamu menarikku menuju sebuah minimarket —tempat dimana aku melihatmu hancur untuk kali pertama.
"Duduk sini." Aku tetap diam dan mendudukan diri tepat di sampingmu. Tempat ini, bangku ini, pernah menjadi saksi betapa hubungan kita sebelumnya baik-baik saja.
"Kenapa kak?" tanyaku setelah keheningan selama beberapa saat. Kamu tampak menarik nafas perlahan, sebelum kemudian menatapku dalam.
"Kamu tahu kan, beberapa minggu lagi aku ujian akhir." Aku mengangguk mendengarnya.
"Mulai minggu depan, aku akan pulang terlambat karena jadwal pelajaran tambahan."
"Jadi, Nara pulang sendiri?" Ada sedikit —atau mungkin banyak— rasa tidak rela ketika kamu mengangguk mengiyakan.
"Iya. Gak apa-apa kan?"
"Gak apa-apa." Tampaknya kamu menyadari keengganan dalam suaraku, karena setelahnya kamu mengalihkan pandangan pada barisan kendaraan yang lewat silih berganti.
"Tahu kan harus naik angkutan umum apa kalau mau pulang?" Aku menggangguk mendengar pertanyaanmu itu, namun kamu tidak tampak puas hingga akhirnya aku menjawab.
"Tahu."
"Jangan sampai lorong rumahmu terlewat." Nada suaramu mengingatkanku pada Papa ketika memberitahuku akan sesuatu yang menurutnya akan aku lupakan.
"Iya," jawabku seraya tersenyum kecil.
"Pastikan kamu turun tepat didepan minimarket ini." Netra hitammu menatapku tegas, hingga aku mengurungkan diri untuk membantah.