Kisah Agam - Pertemuan Pertama
Pertemuan pertamaku dengan dirimu? Tunggu, biar kuingat dulu.
Mungkin pada suatu hari di tanggal sebelas bulan pertama. Masih kuingat bagaimana hujan turun dengan derasnya sore itu. Berdiri sendirian diteras sebuah toko buku, kamu menggerutu sambil mencari-cari sesuatu dalam tasmu. Biar kutebak. Kamu pasti tidak membawa payung.
"Hujannya deras ya." Kataku saat itu. Ketika kamu memalingkan wajah menatapku, aku mendapati dua buah iris mata sewarna madu. Begitu lembut dan indah. Apa diriku yang salah lihat atau memang matamu yang berkilauan, aku tak tahu. Yang jelas, untuk sesaat aku merasa tenggelam dalam sepasang matamu itu.
"Iya, kak." Jawabmu singkat. Kedua mataku masih diam menatapmu, sampai saat dimana suara guntur mengagetkan kita berdua. Ah, canggung sekali rasanya. Seperti tertangkap basah setelah melakukan kesalahan. Atau mungkin, yang kulakukan sore itu memanglah sebuah kesalahan.
Aku tertawa sumbang ketika mendapati dirimu yang juga merasa sama canggungnya denganku. Sungguh sesuatu yang sama sekali tidak membantu, ya.
"Mau nunggu di dalam?" Tanyaku ketika akhirnya teringat pada barisan kursi tunggu yang memang disediakan. Tanpa kata kamu mengangguk, membuatku akhirnya masuk dan memimpin jalan di ikuti olehmu.
Kamu memang sekaku itu ternyata. Lebih banyak diam dan mendengarkan. Tapi tidak apa-apa. Begitu lebih baik. Aku menikmati waktu dimana kamu mendengarkanku tanpa memotong sama sekali.
"Kamu tahu paradoks?" Aku menyuarakan hal pertama yang terlintas di pikiranku saat itu. Melihatmu menggangguk, aku tersenyum senang. Jarang sekali aku mendapat teman bicara dengan usia seumuranku, yang mengerti topik-topik seperti ini.
"Paradoks kesukaanku itu, yang mengenai perubahan. Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri."