Api di Unit 8

Ema Riyanawati
Chapter #1

Ditemukan

Kalau bukan karena dari suaminya, Susi mungkin tidak akan bisa sampai di titik ini. Susi selalu mengingat usaha Rizal membawa keluarga kecil mereka agar bisa pindah ke apartemen bersubsidi dan meninggalkan rumah di bawah kolong jembatan tol yang sudah tujuh tahun mereka tempati.

Apakah layak disebut rumah jika ia sendiri saja tidak pernah bisa berdiri tegak dan bergerak bebas? Susi harus selalu menunduk setiap harinya. Apalagi Rizal dengan tubuh yang lebih tinggi. Itulah yang menyebabkan lehernya selalu sakit sampai hari ini. Belum lagi mereka harus terbiasa dalam kegelapan karena jadwal menggunakan listrik yang bergantian.

Kadang Adista, putri mereka selalu mengeluh sesak napas. Ada seratus lima puluh keluarga yang tinggal di kolong jembatan. Semuanya bertahan hidup dengan sirkulasi udara yang buruk.

Dua tahun yang lalu, Rizal mendapatkan pekerjaan yang layak sebagai satpam di sebuah pabrik yang baru dibuka berkat bantuan orang dalam. Tentu saja tidak cuma-cuma. Beberapa bulan kemudian, Rizal memboyong mereka untuk pindah ke apartemen bersubsidi yang menjadi program andalan pemerintah daerah setempat untuk mengentaskan kemiskinan. Tetap saja, Susi menyebutnya sebagai rumah susun. Setelah tujuh tahun, Susi akhirnya bisa melihat langit dari dalam unitnya. Langit biru yang selama ini hanya ada dalam ingatannya saja.

Mereka pindah ke sebuah kompleks Menara Arumsari. Ada empat tower menjulang tinggi. Dua di antaranya adalah tower kelas premium. Tower itu dikenal dengan nama Menara Utama. Susi merasa dua tower itu dirancang khusus untuk keluarga dengan pendapatan besar yang ingin kemewahan dan fasilitas lengkap. Ada kolam renang, pusat kebugaran, area bermain anak yang luas, dan perpustakaan. Ada peraturan penghuni tower yang Susi tempati tidak boleh memasuki kawasan menara utama.

Ada satu tower yang setiap malam selalu terang. Tower itu dibangun untuk anak muda yang hidup seorang diri. Bangunannya terlihat lebih ramping dan padat. Kontras dengan menara tempat tinggal Susi yang dihuni oleh para keluarga. Kata Rizal, unit itu ditempati oleh anak muda, mahasiswa atau pekerja lajang yang butuh tempat tinggal praktis, efisien dengan harga terjangkau.

Susi pernah menonton video pendek, bahwa anak muda sekarang lebih banyak menunda untuk menikah karena tuntutan hidup yang semakin berat. Wajar saja tower itu selalu penuh. Anak muda sekarang lebih fokus bekerja dan nyaman hidup sendiri.

Dari tiga bangunan itu, Susi menempati tower apartemen bersubsidi yang menjadi progam kerja sama pemerintah dengan pihak Menara Arumsari. Di mana setiap pintu lift terbuka, udaranya terasa pengap bercampur aroma masakan dari berbagai dapur. Pintu kayu berwarna cokelat muda berjejer rapi. Beberapa dihiasi tempelan stiker oleh anak-anak, sisanya dibiarkan begitu saja. Suara kehidupan menggema dari balik pintu, tawa anak-anak, samar juga terdengar tangisan bayi, dan kadang di malam-malam tertentu, terdengar pasangan yang bertengkar. Bagi Susi, inilah orkestra kehidupan. Tower apartemen bersubsidi ini memiliki fasilitas taman, area bermain seadanya dan pojok baca di lantai tiga yang koleksi bukunya lebih banyak berasal dari progam hibah buku. Meski begitu, pojok baca ini selalu ramai.

Di seberang Menara Arumsari ini ada halte Pemberhentian Arumsari yang menjadi tempat membaurnya semua penghuni. Halte itu menjadi jalur penghubung antara mimpi dan realita. Dari halte bisa dilihat bahwa Menara Arumsari adalah potret di mana kemewahan dan kesederhanaan dipaksa untuk hidup berdampingan.

“Di mana nasinya?”

Pertanyaan Rizal menyadarkan Susi dari lamunannya. “Pasti melamun lagi, ya?”

“Tidak,” bantah Susi. “Baru mikir total pesanan hari ini.” Susi mengangkat termos nasi dan memberikannya pada Rizal.

Setiap pagi, Susi dan Rizal selalu bekerja sama untuk menyiapkan makanan. Susi menggunakan kembali keahliannya dalam urusan dapur yang sempat ikut terkubur di kolong jembatan. Adista Catering sengaja dipakai untuk nama usaha mereka. Penghuni yang kebanyakan pekerja dan keluarga baru, adalah orang-orang yang tidak sempat memasak. Kehadiran Adista Catering adalah solusi bagi mereka yang malas memasak dan menjadi jalan rezeki bagi Susi sekeluarga.

Rizal memasukkan nasi ke dalam mangkuk kecil sebelum memindahkannya ke dalam kotak styrofoam. Setelah selesai, Rizal juga menghiasnya dengan sayuran seperti selada dan irisan mentimun. Sementara Susi masih sibuk mengemas sambal ke dalam plastik klip. Susi selalu menerima pesanan setiap waktu. Untuk itulah, banyak penghuni rusun yang bergantung padanya. Selain karena rasanya yang juara, Susi juga terkenal ramah.

Pukul lima pagi, Susi keluar dari unitnya untuk mulai mengantar satu per satu pesanan. Biasanya akan menghabiskan waktu kurang lebih satu jam. Tower ini terdiri dari lima belas lantai. Setiap lantai terdiri dari enam belas unit. Pelanggan Susi ada di setiap lantai. Setiap lantai pasti ada lebih dari empat unit yang pesan. Unit milik Susi berada di lantai sebelas. Susi selalu mengambil rute naik dulu baru kemudian turun. Rusun ini punya fasilitas lift yang cukup membantu mobilitas penghuninya. Setelah selesai barulah Susi pindah ke tower khusus anak muda.

Di lantai lima belas, hanya empat unit saja yang ditempati. Rata-rata mereka adalah pekerja kantoran yang jarang terlihat. Mereka hanya akan terlihat pukul tujuh pagi dan sepuluh malam. Namun Susi sudah sangat akrab dengan mereka terutama penghuni unit 15a, dihuni oleh pasangan muda yang memilih menunda untuk punya momongan karena keuangan yang belum stabil. Padahal jika dilihat, pasangan itu tidaklah kekurangan. Laki-lakinya bekerja sebagai pegawai perbankan dan istrinya bekerja di kantor pemasaran. Mereka selalu memesan ayam pedas wijen.

Selesai mengantar pesanan bagian atas, Susi segera turun ke bawah. Lift berhenti di lantai 10. Karena masih pagi, lift begitu sepi. Dua laki-laki muda yang tidak pernah ia lihat masuk ke dalam lift. Mereka terdengar membicarakan hal serius.

“Sial, padahal ada banyak tempat untuk mati,” protes laki-laki satunya. “Kenapa memilih rusun ini?”

“Iya, apalagi banyak anak-anak juga. Bikin repot saja!” Jawab laki-laki kedua.

“Rusun ini akan segera dikenal sebagai tempat bunuh diri.”

“Permisi,” Susi memotong. “Apa yang terjadi?”

“Itu bu, ada penghuni yang bunuh diri. Dia tinggal di unit 8.”

Lihat selengkapnya