Apoge

Kinalsa
Chapter #2

Fase 1: Bulan Baru

Bulan Baru

(Bulan yang tidak terlihat akibat cahaya matahari yang terlalu terang)

🌑🌑🌑

Cerissya, 7 tahun

“Sampai!” Bunda Terre berseru girang kala mobilnya berhenti tepat di depan sebuah gedung sekolah dasar. Menoleh ke samping, dia mendapati putri bungsunya sedang menunduk sambil memilin rok merahnya. Rambutnya yang sepanjang pinggang diikat dua menggunakan pita merah.

“Cerise.” Bunda Terre memanggil. Perlahan, kepala putrinya terangkat hingga wajah bulat itu terbingkai sempurna dalam netranya. “Kok, murung? Enggak suka sekolah?”

Anak perempuan yang dipanggil Cerise itu menggeleng. Bibir kecilnya masih cemberut yang justru terlihat seperti terjepit oleh kedua pipi gembilnya.

“Kok, enggak mau? Kenapa?”

Cerise tidak menjawab, hanya kembali menunduk. Usapan lembut kemudian bersarang di belakang kepalanya.

“Enggak apa-apa, Cerise cuma gugup, kok. Ini, kan masih hari pertama,” kata Bunda Terre. “Di sana banyak temen, loh, sama kayak di TK Cerise. Cerise pasti suka!”

Apa, iya? Kalau teman-temannya enggan bermain dengan Cerise seperti saat TK, bagaimana?

Cerise masih takut. Enggan memasuki gedung besar di depannya yang justru terlihat seperti mulut gua menuju rumah hantu. Namun, Bunda Terre sudah memakaikan tasnya. Dia juga memerintahkan si Mbak yang duduk di belakang untuk keluar terlebih dahulu.

“Nanti lama-lama Cerise juga akan terbiasa, kok,” bujuk Bunda Terre lagi. Setelah melepas seatbelt Cerise, tangannya menarik kepala Cerise mendekat untuk mencium kening dan pipi bulatnya. “Jangan nakal, ya, anak Bunda yang paling baik.”

Cerise akhirnya keluar dari mobil, membalas genggaman erat tangan si Mbak yang sudah menunggu. Mereka berjalan beriringan memasuki gerbang. Banyak anak lain yang juga diantar oleh mama mereka, atau papa mereka, atau keduanya sekaligus. Beberapa anak perempuan yang sepertinya merupakan kakak kelas Cerise tampak saling memegang bahu rekan di depannya sehingga mereka membentuk barisan vertikal. Sambil berjalan menyusuri koridor, mereka mengalunkan lagu “Naik Kereta Api” dengan keras.

Ada juga beberapa anak yang perawakannya jauh lebih tinggi dari Cerise terlihat duduk tenang di koridor. Ada yang membaca buku, mengobrol, atau hanya diam mengamati keriuhan di lapangan.

Terlalu bising! Cerise lebih suka diam di dalam kamarnya sambil menonton “Bear in the Big Blue House”. Saat mengangkat kepala, Cerise malah melihat si Mbak sama terlihat bahagianya seperti Bunda Terre. Berkali-kali, si Mbak membalas sapaan dengan senyum super lebar dari beberapa orang tua yang berpapasan dengannya.

Lihat selengkapnya