Apoge

Kinalsa
Chapter #14

Fase 3.3

Ketika waktu istirahat pun, Cerise lagi-lagi menghela napasnya dengan berat seolah setiap atom oksigen yang dihirupnya bermassa lebih berat dari lubang hitam sekalipun. Dengan tangan mengibas-ngibas sebab basah setelah dari toilet tadi, Cerise terus saja berjalan meski Langit di depan sana sudah berdiri menunggu dengan cengiran antusias.

Tatapan Cerise hanya fokus ke depan hingga dia melihat keberadaan Jihan di ujung koridor yang terhubung langsung dengan toilet laki-laki. Jarak mereka mungkin kurang dari sepuluh meter, dan yang membuat Cerise menghentikan langkahnya di samping Langit dengan kaget adalah … Tedjan!

Tedjan dan Jihan tampak berbincang selama beberapa saat sebelum Tedjan mengakhirinya dengan senyum dan tangan yang mengacak-acak rambut Jihan, kemudian berlalu. Mata bulat Cerise yang sudah melotot karena terkejut tambah melebar lagi begitu Jihan justru senyum-senyum sendiri. Sahabat Cerise itu melangkah dengan riang meninggalkan ujung koridor ditemani bibir yang terus tersungging lebar.

Apa-apaan?

“Wah, kayaknya temen lo sama Tedjan udah jadian,” terka Langit.

Sebagian besarnya, komentar Langit tersebut memengaruhi pikiran Cerise.

Beberapa hari lalu, ketika Cerise menanyakan insiden di kafe itu pada Jihan, dia hanya mendapatkan jawaban bahwa Tedjan pernah tidak sengaja membuat masalah kecil dengan Jihan sehingga mereka berdua bersitegang. Tambahan, Jihan beberapa kali menegaskan dengan lantang bahwa dia sama sekali tidak mengenal Tedjan.

Wajah Cerise berubah keruh. Yang membuat dia kesal adalah Jihan yang menyebarkan berita bohong pada Irene dan Fanya mengenai Cerise dan Langit adalah pasangan teromantis mengalahkan Justin Bieber serta Hailey Baldwin demi menutupi insiden kafe itu.

Karena kesal, Cerise tidak menyadari dia sudah melampiaskannya pada Langit. Tangannya meremas tangan Langit kencang, mungkin ekstra kencang karena Langit sampai mengaduh yang membuat Cerise tersadar. Dia buru-buru menarik tangannya dan berderap pergi tanpa mengacuhkan Langit.

Langit merana sendiri melihat telapak tangannya yang memerah. Dia mengayun-ayunkannya. “Dasar tenaga kuli,” gerutunya, tetapi kakinya yang panjang bergerak mengejar Cerise.

Irene, Fanya, dan Jihan sudah duduk di salah satu meja kantin saat Cerise tiba. Sudah banyak makanan dan minuman yang tersaji, termasuk pesanan Cerise. Meski masih kesal, Cerise duduk di samping Fanya tanpa banyak kata. Dia memilih bungkam karena, mungkin, ini adalah bagian dari privasi yang belum mau Jihan beritahukan pada siapa pun.

Berselang beberapa detik, Langit datang dengan senyum lebarnya. “Gue boleh gabung di sini?”

Sepertinya, kalimat tersebut akan menjadi kalimat andalan Langit, dan mulai saat ini, Cerise harus merelakan kewarasannya yang pelan-pelan terenggut.

Lihat selengkapnya