Saat kujabat tangannya yang terlurur ke hadapanku tiba-tiba kurasakan banyak kupu-kupu mengepakkan sayapnya di perutku membuat kedua lututku lemas seketika. Detak jantungku berpacu cepat hingga kurasakan telapak tanganku yang mulai bekeringat. Aku takut dia merasakannya jadi segera kulepaskan jabatan itu. Kulihat wajahnya yang bundar dengan senyuman hangat.
“April,” kataku.
“Endru,” katamu.
Aku ikut tersenyum tapi kaku karena aku bingung harus menampakan ekspresi seperti apa. Aku takut terlihat mencolok hanya karena kita baru bertemu dan aku kegirangan karenanya.
“Mau minum?” tanyamu menunjuk pada salah satu booth yang ada di pinggir taman.
“Ya, ayo!” jawabku penuh semangat.