1 April

Titin Wulandari
Chapter #2

Dandelion [Fleksibel]

Dua hari berlalu. Rama selalu bisa membuat Queen teralihkan dengan segala yang dimilikinya. Rama adalah sosok yang jujur dan ramah, walaupun dia juga memiliki sisi pria pada umumnya.

Madam Shu mendekati Queen yang hanya terdiam di ujung meja bar dengan segelas tequila kesukaannya. Ia pun menempatkan diri di sebelah Queen dan menyentuh bahunya yang terekspos. 

“Maaf, Mami. Aku tak sengaja melamun.”

“Queen, ada masalah apa? Kenapa diam di sini dan mengacuhkan pelanggan yang sedari tadi menghampirimu? Apa mereka mengganggumu?”

“Tidak. Aku tau mami hanya mengirimku untuk menemani mereka minum dan berbincang saja, tapi mami-” Queen menatap Madam Shu dengan mata sendunya.

“Ada Rama di luar. Pria itu mencarimu.... Sepertinya dia betul-betul tertarik padamu.”

Queen tersenyum ramah dan melenggang pergi ke luar club. Benar saja, Rama sudah menunggunya tepat di pintu masuk. Uluran tangan yang Rama berikan segera disambut hangat oleh Queen. Sejenak, ia bisa melupakan orang itu

*

“Kali ini melamunkan apa?”

‘Duduk saja belum sudah diserbu pertanyaan. Dasar Rama,’ gerutu Queen dalam hati.

Queen berjalan memasuki apartemen milik Rama. Ia melepas high heels dan berjalan menuju kamar. Selagi duduk, ia meregangkan tubuhnya dan melenguh. 

Rama memposisikan tubuhnya untuk duduk di sebelah Queen. Ia melirik Queen sejenak. Gestur tubuhnya menandakan bahwa permainan akan segera dimulai. Namun, tangan Rama dengan sigap menahan pergerakan tangan Queen. 

“Kenapa?”

“Aku tidak mengajakmu ke sini untuk itu.”

“Kau akan rugi bila begini terus. Uang yang kau bayarkan banyak, bukan?” 

Queen menarik ritsleting mini skirt marunnya. Rama yang melihatnya pun menarik kembali ritsleting itu, menutupnya dengan sempurna.

“Lakukan saja apa yang sudah seharusnya kau lakukan. Aku tidak suka jika tindakanmu ini akan berdampak pada hal lain nantinya.” 

Queen mendorong Rama. Ia terlalu lelah dengan permainan yang dilakukan Rama. Baginya, semua pria punya hobi meninggalkan. Sekalipun Rama mungkin tak seperti itu. 

Rama melihat kilat marah yang ditunjukkan Queen. Ia menyentuh ujung rambut blonde itu dan hendak mencium Queen. Namun, semua itu ia urungkan.

Haahh, Queen. Aku bukan pria yang selalu menginginkan kesenangan seperti itu. Aku hanya ingin kau berbagi padaku sama seperti yang kulakukan lusa lalu padamu.”

Rama mendudukkan dirinya kembali, diiringi Queen dengan wajah yang penuh kegundahan. Sedetik, Queen menatap tangan kanannya yang digenggam oleh Rama. 

“Maaf Ram, ini bukan sesuatu yang bisa diutarakan dengan mudah.”

Rama mengangguk. Ia paham bagaimana beratnya memulai. Sama, ia pun saat pertama kali memulai merasa kesulitan. Pertama sekali yang harus didapatkan adalah rasa kepercayaan yang tinggi, setelahnya barulah rasa kenyamanan. Apabila kedua hal tersebut sudah didapat, Queen baru akan bisa berkeluh kesah seperti Rama.

Lihat selengkapnya