"Selamat pagi semoga harimu cerah," terdengar suara sirine di pagi hari berbunyi untuk membangunkan insan-insan yang tinggal di ibukota Mataram.
Kota ini sudah sibuk sedari pagi, kendaraan bernama vimana melayang dengan berbagai ukuran, sebuah kadewaguruan terbesar di seluruh negeri dan mungkin juga di seluruh dunia, serta para pedagang yang tak terhitung jumlahnya mengisi kota ini, termasuk seorang lelaki bernama Damar yang sedari shubuh tadi sudah beraktivitas, wajahnya tampak tak senang dan dia menggerutu.
"Cih, sirine pagi hari ini kan sudah jam 7, untuk apa itu buatku yang bangun dari jam 4 pagi? Ah iya, jam sekolah, yasudahlah biarkan saja orang itu berkoar-koar dengan sirine, setidaknya bualannya tidak buruk," ucap pria itu. Lalu dia torehkan mukanya ke belakang, dia lihat secangkir kopi dan sepucuk surat di sana, lalu dia lihat istrinya berjalan menatap matanya dalam-dalam. Tak ada sepatah katapun terucap, tapi raut muka sedih tergambar jelas di wajahnya sembari ia memberikan sepucuk surat untuk pak Damar.
"Hssshh, misi lagi. Baiklah, meskipun sebenarnya aku sudah tak sudi melakukannya, tapi beginilah perjanjiannya semenjak aku membuatnya 4 tahun yang lalu, hidupku tak lagi bebas. Tangan-tangan itu selalu mencengkram tengkuk leherku," ucap Pak Damar seusai membaca dengan jelas instruksi disurat tadi.
"Toko buku Gang 3A nomor 108, Maya," begitulah isi dari surat itu.
Memang singkat, tapi Pak Damar tahu itu adalah panggilan dari kelompoknya Apsara, kelompok yang tak terafiliasi dengan pemerintah dan bisa dikatakan ilegal. Mereka pun melakukan misi sesuai kata hati, tak ada landasan hukum, hanya sekelompok manusia tak tahu arah yang melakukan apapun demi mewujudkan apa yang mereka pikir sebuah keadilan.
Jam 8 malam sudah waktunya. Saat itu Damar berjalan ke sebuah gang dengan santai melewati kerumunan masa dengan menenteng sepucuk surat di tangannya. Hari ini di Gang nomor 3A, dia harus menemui seseorang bernama Maya di sebuah kedai kopi yang kebetulan dia urus dan juga menjadi salah satu markas Apsara.
"Masih sama aja pekerjaanmu, mbak Maya," tanya Damar.