Tepat setelah Lee Joon berada disebelah wanita yang terbaring itu dengan tangan yang di infus, Lee Joon merasa pernah bertemu denganya dan saat Lee Joon menatap wajah wanita itu, seketika kepala Lee Joon kembali kesakitan dan hampir membuat Lee Joon hilang keseimbangan. Pak Lim yang cemas langsung memegang bahu Lee Joon agar tak jatuh.
“Aku.. Aku tidak apa-apa,” ucap Lee Joon pada Pak Lim.
Mendengar perkataan Lee Joon, Pak Lim lalu melepaskan tangannya dari bahu Lee Joon dan berkata pada Lee Joon.
“Apa Tuan merasa kenal dengan wanita ini?” tanya Pak Lim pada Lee Joon sembari memberi Lee Joon sebuah pistol.
“Iya ... Aku rasa Aku tahu siapa dia, dia adalah wanita yang ada di ingatanku waktu itu, wanita yang mengarahkan pistolnya padaku, yang kau bilang bahwa dia telah menyelamatkanku, dan ini?” ujar Lee Joon dengan wajah terkejut sembari menatap pistol yang diberikan oleh Pak Lim.
“Iya, itu adalah pistol yang dia arahkan padamu Tuan, dia dan pistol itulah yang telah menyelamatkan Tuan waktu tragedi itu.
Saat tengah asyik mengobrol, wanita yang terbaring dengan infus itu tiba-tiba membuka matanya yang tidak diperban dan bangun perlahan. Melihat pistol yang ada ditangan Lee Joon, spontan wanita itu hendak menghantam Lee Joon tapi masih sempat ditahan oleh pak Lim.
“Tenanglah, dia adalah anaknya Bos!” ucap Pak Lim pada wanita itu.
Mendengar perkataan Pak Lim, wanita itu kembali tenang dan berdiri menatap Lee Joon. Lee Joon yang kaget karena akan diserang tadi hanya terpaku diam melihat wanita itu.
Mereka saling bertatapan dan perlahan tangan dari wanita itu naik ke arah wajahnya Lee Joon, wanita itu memegang dagu Lee Joon dan berkata dengan penuh linangan air mata pada Lee Joon.
“Ini benar kamu ... ini benar kamu Tuan Muda, hick ...,” ucap wanita itu dan menangis haru didepan Lee Joon.
Lee Joon hanya diam melihat dan mendengar tangis haru wanita itu, ia tak tahu harus apa, dan tanpa sadar Lee Joon berkata pada wanita itu.
“Apa ... apa benar kamu yang telah menyelamatkan Aku?” tanya Lee Joon dengan wajah resah dan iba melihat wanita itu.
Melihat dan mendengar Lee Joon dan wanita itu dihadapannya, Pak Lim juga tak sanggup menahan air matanya, Pak Lim meneteskan air matanya tanpa bersuara sedikit pun.
20 menit kemudian ....
“Kamu sudah sangat dewasa seperti ini, Aku yakin Bos pasti akan senang sekali melihat putranya yang tampan dan gagah sepertimu Tuan Muda,” ucap wanita itu pada Lee Joon.
“Terimakasih ... karena sudah menyelamatkan Aku, tapi Aku tidak begitu tahu tentangmu, karena ingatanku yang belum pulih seutuhnya,” ujar Lee Joon.
“Apa Pak Lim tidak mengatakannya padamu?” ucap wanita itu.
“Maafkan Aku, Aku sebenarnya ingin menjelaskannya pada Tuan Muda saat kami bertemu, tapi saat itu tuan muda tiba-tiba kesakitan karena ingatannya, jadi Aku tidak sempat mengatakannya padamu Tuan Muda,” sambung Pak Lim.
“Mengatakan apa? apa maksudmu Pak Lim?” ucap Lee Joon yang penasaran.
“Sebenarnya Aku dan Pak Lim adalah orang kepercayaan Bos yang paling dekat dengannya, bisa dibilang Pak Lim adalah tangan kanannya Bos, dan Aku adalah tangan kirinya,” ujar wanita itu pada Lee Joon.
“Ah ... jadi begitu, berarti kalian benar-benar orang terdekat ayah. Tapi Aku tak tahu namamu, bisakah kau mengatakan siapa namamu?” pungkas Lee Joon pada wanita yang terbaring itu.
“Tuan Muda bisa memanggilku dengan Ibu Kang,” jawab Ibu Kang.
“Baiklah Ibu Kang, Aku pasti akan membalas kebaikan mu karena telah menyelamatkan Aku,” ucap Lee Joon.
“Tuan Muda tidak perlu mengatakan hal itu, karena itu sudah tugas Saya sebagai salah satu orang kepercayaan Bos, dan wajar saja Saya melakukan itu karena Tuan Muda adalah anak dari orang yang telah menyelamatkan hidup Saya,” ujar Ibu Kang pada Lee Joon.
Setelah cukup lama bercerita dan berbasa-basi, akhirnya Pak Lim membuka suaranya dan ingin menanyakan tentang bagaimana pandangan Lee Joon sekarang, apakah dia memang sudah memilih jalan ini atau hanya obsesi semata.
“Maaf mengganggu percakapan kalian, tapi bukankah kita akan membahas hal yang lebih penting,” ucap Pak Lim memotong percakapan antara Lee Joon dan Ibu Kang.
Mendengar perkataan Pak Lim, Lee Joon dan Ibu Kang berhenti bicara dan mendengarkan Pak Lim.
“Saya akan langsung saja pada poin-poinnya, pertama sekarang kita memang sudah memiliki penerus tahta ini dan Tuan Muda juga sudah memilih jalannya Aku rasa, tapi itu belum cukup membuat kita untuk bangkit kembali karena ingatan Tuan Muda yang belum kembali sepenuhnya. Dan yang kedua, kekuatan kita tidak seperti dulu lagi saat ayah Tuan Muda yang memimpin, karena kita banyak kehilangan kekuatan utama kita saat tragedi 10 tahun yang lalu, dan jika kita ingin mengembalikan nama dan kehormatan Aqila Family seperti dulu lagi, maka kita harus mulai membangun kekuatan dan koneksi lagi dari awal,” ujar Pak Lim menjelaskan situasi dan kondisi Aqila Family pada Lee Joon.
“Pak Lim benar, kita tidak sekuat dan sebesar dulu karena kekuatan dan koneksi kita banyak hilang sejak tragedi itu, jika kita harus mulai dari awal lagi, Aku rasa itu butuh waktu yang cukup lama hingga kita benar-benar disegani dunia seperti dulu,” sambung Ibu Kang menanggapi perkataan Pak Lim.
Lee Joon hanya terpaku dan berusaha mencari jalan keluar atas apa yang dijelaskan oleh Pak Lim. Lee Joon pun berkata.
“Jadi ada dua masalah sekarang di Aqila Family, pertama adalah ingatanku, dan kedua adalah kekuatan dan koneksi kita yang sudah melemah. Aku punya rencana untuk poin yang kedua, bagaimana jika kita mencari kekuatan dari titik awal Aqila Family itu sendiri, Pak Lim pernah bilang bahwa Aqila Family ini adalah organisasi mafia yang dibentuk oleh kakek ku bukan,” ucap Lee Joon pada Ibu Kang dan Pak Lim.
“Jadi ... maksud Tuan Muda-“
“Iya, kita akan mencari informasi dan bertanya pada orang-orang yang pernah menjadi orang-orang Kakek, sekalian saja kita minta saran mereka untuk memperluas koneksi dan kekuatan kita, siapa tahu mereka punya koneksi dengan orang atau organisasi yang pernah berhubungan dengan kita Aqila Family,” ujar Lee Joon.
“Itu ide yang bagus, tapi bagaimana kita tahu kalau orang-orang yang ada pada generasi pertama Aqila Family masih hidup, kalaupun ada, mungkin sekarang mereka hanyalah kakek-kakek seperti di panti jompo,” ucap Pak Lim menanggapi perkataan Lee Joon.
“Benar kata Pak Lim, tapi Aku rasa kita harus pergi ke tempat dimana pertama kali Aqila Family lahir,” sambung Ibu Kang.
“Maksudmu kita harus pergi ke tempat dimana Aqila Family pertama kali terbentuk?” ucap Lee Joon.
“Iya ... dan kebetulan itu adalah kampung halaman ibumu Tuan Muda, orang-orang menyebutnya dengan sebutan negara dengan seribu pulau, Indonesia!” jelas Ibu Kang.
Mendengar itu, Lee Joon semakin yakin dengan pilihannya ini, karena dia sudah memilih untuk membalaskan dendam ayahnya yang telah dimanfaatkan.
“Tapi bagaimana kita akan kesana, sekarang keuangan kita saja tidak seperti dulu karena banyak bisnis kita yang diambil alih oleh pemerintah setelah tragedi itu,” ujar Pak Lim.