Arabella memandang ke sekeliling. Sesaat dia mengerlingkan mata, memandang mereka; orang-orang yang mengamatinya dengan tatapan beragam. Dalam imajinasinya saat ini Arabella tengah berada di bawah temaram lampu latar yang menyorot tajam ke arahnya, di antara bibir beku mereka yang diam tak bersuara. Reaksi itu pernah Arabella lihat sebelumnya. Orang-orang menontonnya, melihatnya dengan tatapan tidak suka.
Perempuan itu tak mampu mengerjap, tidak bisa menutup kelopak mata untuk beberapa saat. Dan tak lama kemudian kesunyian itu berubah menjadi suara dengung. Semua orang bergumam satu sama lain seolah tengah membicarakan sesuatu yang cukup menarik. Arabella menoleh ke samping; melihat seseorang memberi kode memintanya untuk pergi dari sana secepatnya.
Plukkk….
Semua mata tertuju pada benda yang terjatuh tepat saat Arabella beranjak dari duduknya. Rupanya seharian itu Arabella menyembunyikan sebuah dompet di dalam script film. Sebuah dompet pria yang jatuh dengan posisi terbuka, menunjukan sebuah kartu identitas polisi. Arabella lagi-lagi terpana saat melihat foto dengan tampang mendekati sempurna bernama Zaidan Morley. Ternyata dia telah menipu semua orang dengan pura-pura rajin membaca dan mempelajari script. Padahal hampir seharian itu dia terus memandangi foto orang asing.
Arabella mengambil dompet di lantai dan mengusapnya. “Aku harus mengembalikan ini pada pemiliknya.”
“Cakep juga. Siapa?” tanya Clarissa.
Arabella mengangkat kepalanya, matanya mengerling ke samping, lalu kembali ke depan. Menunjukan dompet tepat di depan wajah Clarissa. "Apakah dia terlalu dewasa?”
Clarissa mendelik saat melihat Bella menunjukan kartu identitas seorang pria kelahiran 1990. “Dia delapan tahun lebih tua darimu. Sebenarnya bukan usia yang jadi masalah, tapi orang itu akan dapat masalah kalau sampai mengencani gadis dibawah umur.”
Arabella menunduk lesu dengan bibir cemberut. “Yaaah, usiaku baru 17 tahun.”
“Ya. Dan kau juga akan dapat masalah. Kau mau terkena skandal di puncak karirmu sebagai megabintang?” ucap Clarissa.
“Skandal besar,” gumam Arabella dengan raut wajah sedih. Dia kembali teringat akan sang ibu yang tersandung kasus perselingkuhan beberapa tahun lalu. Hal itu juga yang menyebabkan Arabella mulai merasa tidak nyaman dengan posisinya sebagai artis layaknya sang ibu.
Clarissa menatap Arabella dengan penuh rasa bersalah. Rasanya seperti melihat rekaman—seolah mereka kembali ke masa lalu. Arabella juga pasti merasakan hal yang sama karena tatapan yang perempuan itu berikan seolah mengajaknya menjelajah memori kelam. "Ma-maaf," gumam Clarissa dengan ekspresi panik.
Arabella langsung merubah raut wajahnya jadi cerah seketika. Gadis dengan tubuh cukup tinggi itu melangkah mendekat ke arah Clarissa. Dia mendekatkan wajahnya tepat di depan telinga Clarissa, kemudian berbisik. “Tidak apa-apa, asal buatkan aku surat izin tidak masuk sekolah besok pagi.”
Clarissa mengerjapkan matanya sambil refleks menoleh ke arah Arabella. "Hei, apa yang akan kau lakukan kali ini? Tolong berhenti buat masalah!” teriak Clarissa saat melihat Arabella berlari keluar lokasi syuting.
***×***
Matahari bersinar terik, mengkilapkan bangunan-bangunan dari kota yang seolah-olah sangat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Cahayanya menerangi jendela-jendela tinggi di gedung pencakar langit––bangunan raksasa tinggi seakan memanjang ke segala arah dan tak terhingga. Entah mengapa sinar ini membuat dunia terasa lebih sempurna. Seolah memberi harapan manusia bahwa masa depan cerah tengah menanti di depan sana.
Berbagai macam kendaraan meluncur langsung ke jantung kota, melalui jalan lebar beraspal hitam bersama kepulan asap dari knalpot masing-masing. Tak lama setelah itu terdengar suara bising dari sautan klakson yang bertubi-tubi. Kota sibuk itu memang menyimpan berbagai keributan yang bisa keluar meledak sewaktu-waktu. Tampaknya mustahil untuk ibu kota semacam ini tanpa suara bising di setiap harinya.
Kegelisahan perlahan sirna tersapu oleh kehangatan yang datang dari atas langit. Anak-anak kecil berlari di sekitar taman bunga dengan wajah berseri, seperti burung walet terbang diiringi musik dan nyanyian merdu. Di keramaian, musik mengalun merdu. Petikan gitar akustik mengiringi sang seniman berwajah ceria. Orang-orang mulai mengiringi lagu berbahasa asing yang dinyanyikan sang musisi bersuara emas.
Arabella menduduki salah satu kursi taman. Merogoh kamera di dalam ransel, kemudian memotret pemandangan dan orang-orang di sekelilingnya. Mulai dari dua anak kecil berlarian sambil tertawa bahagia. Kemudian seorang kakek tua yang menenteng tas dan tongkat, mengistirahatkan tubuhnya menduduki kursi seraya mengeluarkan botol minum dari tasnya.
Gadis cantik dengan warna rambut ash brown itu memijat pelipisnya merasa gelisah. Memutuskan pergi menuju sebuah toko alat-alat make up yang terlihat ramai oleh pengunjung. Gedung yang terdiri dari dua lantai itu terlihat luas dan megah, disertai interior yang sukses memanjakan mata. Walau sebenarnya dia bukanlah orang asing di wilayah ini, tapi kebiasaan menutup diri tak pernah ia lewatkan setiap kali pergi ke tempat ramai seperti ini.
Penjaga toko itu menunjukan sebuah banner dari sebuah brand kosmetik ternama. “Saat ini kami sedang ada promo rias gratis. Mau mencoba?”
Kemudian Arabella terdiam sejenak seolah tengah merencanakan sesuatu di otak nakalnya. Dia pun mengangguk sambil berjalan memasuki tempat khusus. Kemudian duduk di kursi yang telah disediakan sambil memandang wajahnya sendiri dari pantulan cermin. “Oke tolong buat jadi delapan tahun lebih tua.”
Setelah membeli beberapa jenis makeup, Arabella langsung keluar dengan wajah berseri. Dia mengambil cermin di dalam tas dan tersenyum sambil memuji dirinya sendiri. “Aku tidak sabar jadi dewasa,” katanya sambil memuji hasil riasan tebal ala orang dewasa. Benar-benar jauh dari style-nya sehari-hari.
Arabella pergi menaiki taxi ke suatu tempat dengan wajah berseri. Benar-benar antusias seolah tidak sabar akan sesuatu yang tengah menunggunya. Berkali-kali dia memandangi kartu identitas milik seseorang yang ditemuinya kemarin. “Tunggu aku di sana, oke?” katanya dengan bibir senyum merekah.
Dan benar saja gadis itu turun tepat di depan gedung kepolisian. Dia pun turun dan berdiri dengan tubuh kaku memandang bangunan tinggi di depan sana. Seolah-olah semua energinya telah habis selama perjalanan, menyisakan napas berat dan keringat dingin bercucuran.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang security.
Arabella terkejut dan mulutnya seketika terkunci. Dia bahkan tak sadar telah memeluk erat ranselnya kuat. Jauh di dalam pikirannya terbesit akan hukuman apa yang akan didapatkannya jika kedapatan menipu dengan wajah palsunya. “A-anu ….”
“Cari siapa?” tanya seseorang dengan seragam polisi.