Arca, Alien, dan Bunga Daisy

Deasy Wirastuti
Chapter #2

ARCA : Retna Anjani Dan Anak Cicak

Sudah dua jam Ibu Bintarti menari. Ia tidak terlihat lelah tapi aku berharap ia berhenti karena takut ia sakit karena kelelahan. Aku hanya bisa berharap ia berhenti karena aku tidak bisa memintanya berhenti dengan tiga alasan.

Pertama, ia adalah ibu dari atasanku. Bagaimana mungkin aku yang bisa dibilang seorang jongos ini memintanya berhenti menari. Ia terlihat bersemangat dan menikmati. Bagaimana jika ia marah lalu aku dipecat? Aku butuh pekerjaan ini. Umurku 32 tahun dan sudah jadi pengangguran selama 11 tahun. Ini pekerjaan pertamaku meski aku seorang sarjana akuntansi dengan predikat cumlaude.

Kedua, untuk pertama kalinya Ibu Bintarti mau berbicara dan bereaksi, selama ini ia hanya diam dan melamun.

Ketiga, anggaplah ia tidak marah dan aku tidak akan dipecat anaknya, anggaplah ia tidak akan kembali diam dan melamun, aku tetap tidak bisa memintanya berhenti menari karena aku tidak bisa berbicara meski tidak bisu. Aku ‘berbicara’ dengan notes dan bahasa isyarat—apakah mungkin Ibu Bintarti mau meluangkan waktu untuk membaca isi notesku? Apakah Ibu Bintarti paham dengan gerak tanganku? Maka aku hanya bisa pasrah dan berdoa tariannya segera usai.

Ibu Bintarti kini duduk bersimpuh, tariannya belum usai. Ia memegang selembar daun mangga lalu menutupkan di wajahnya. Sementara tangan kirinya dalam posisi setengah tapa-brata. Aku menghembuskan napas lega—kuperkirakan dalam waktu 30 menit ke depan tariannya akan usai.

Katanya ia dulu adalah penari wayang orang. Tokoh yang paling sering dimainkannya adalah Retna Anjani. Aku tahu benar kisah Retna Anjani, ibu Anoman. Putri bungsu Dewi Windradi dan Resi Gotama yang cantik tapi kemudian wajahnya berubah menjadi kera meski tubuhnya tetap manusia karena sebuah cupu. Tak ada topeng kera karena itu Ibu Bintarti menggunakan daun mangga  

Lihat selengkapnya