“Pangeran kusir dan kudanya sudah siap di bawah.”
Pangeran Jeki membalikkan badan, menghela nafas meratapi seseorang yang kini berdiri tersenyum di ambang pintu. Menampakkan deretan giginya yang rapih. Dengan balutan baju besi yang konon akan menjadi perisai di medan perang hari ini.
“En, aku punya firasat.”
Ena menggeleng, “Jangan, jangan berfikir tentang aku Jek. Fokuslah pada perang sekarang.”
“Bagaimana bisa?” tanyanya gundah. “Bagaimana bisa aku fokus pada perang, yang bahkan pelindungku adalah seorang wanita.”
Ena terdiam bentar, mata Jeki menyiratkan akan ketakutan yang membuat Ena bahkan menjadi pesimis.
“Apa kata leluhur ku nanti En, kalau tau kenyataan ini? Mereka akan menyebutku pengecut.”
Jeki terduduk lemas, busur nya terjatuh dari bahunya. Pandangannya kabur.
“Pangeran, kau bisa melakukan ini semua. Kau adalah pemanah handal, kau lupa dengan sumpah mu pada guru Krana?”
(flasback)
Sebuah cipratan darah mengenai kening Jeki. Ketika itu Guru nya memberi tanda yang konon di sangka baik dan sebagai masa depan Jeki.
“Pangeran, darahku akan menjadi tanda atas keberhasilanmu sebagai muridku yang setia. Kau patuh, cermat, dan tidak suka bertele-tele. Aku menobatkan mu sebagai pemanah handal di daerah kerajaan dan daerahku. Ini adalah sebuah sumpah, dan kamu harus memenuhi atas permintaanku.”
Jeki tersenyum senang, waktu penobatannya telah dimulai. “Apa guru? Apa permintaanmu.”
“Pergilah ke hutan dan bunuh salah satu rusa. Beri aku jantung nya, dan kita berpesta.”
Jeki terdiam terpaku, dia adalah pria yang cute dan care. Membunuh semut saja dia sampai meminta maaf dan bersujud. Dia takut akan dosa besar yang akan di lakukan bila dia harus membunuh sesama makhluk hidup.