Ardanareshwar

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #2

Uma

Malam hari sesuai waktu kerja selesai, Shafa mengetuk pintu kepala koki bersama dengan seorang pemuda di sampingnya.

"Kau yakin dengan rancanganmu itu mbak," tanya pemuda disampingnya.

"Udah dibilang jangan panggil aku mbak!!, kita cuma beda beberapa menit aja Rafi!!!, aku udah yakin kok," seru Shafa dengan kesal.

"Hhh masih emosian gitu ternyata, bakal repot kayaknya," gerutu Rafi.

"Maaf," gumam Shafa saat akhirnya pintu didepannya terbuka.

"Owh, Shafa, Rafi, silahkan masuk," ucap Fikri sambil mengambilkan kursi untuk keduanya.

Tak lama kemudian Shafa duduk dan mengeluarkan dua lembar dokumen yang disimpannya dalam sebuah amplop yang dipegangnya sedari tadi tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya. Melihat hal itu Fikri segera mengambil kedua lembar dokumen itu seraya mulai membacanya pelan-pelan lalu ditaruhnya kedua lembar dokumen itu di mejanya seraya mulai menatap langit-langit ruangan dan mengusap peluh di dahi dan matanya.

"Pak aku tau ini berat, kami juga baru sebentar kerja disini dan kau juga sudah sangat baik pada kami, tapi bapak, saudari saya sudah merencanakan ini dari awal masuk kerja, kami sedang berusaha untuk memulai semuanya dari awal dan bapak menyediakan tempat belajar yang sempurna bagi kami, semoga kebaikan bapak terbalaskan," ucap Rafi sembari duduk disamping Shafa.

"Apa sebenarnya yang membuatmu ingin keluar Shafa?, kalau itu kesalahanku dan orang-orang disini tolong maafkanlah, kami masih belum sanggup menahan diri dari menggodamu," ucap Fikri.

"Aku sudah terbiasa dengan itu, tapi seperti kata Rafi, kami disini memang untuk belajar bagaimana rasanya bekerja secara profesional terutama dibidang makanan dan minuman," ucap Shafa.

"Kemasi barang-barang kalian, aku akan menyiapkan waktu untuk pelepasan kalian esok hari," ucap Fikri.

"Baiklah pak, kami akan segera kemasi barang-barang kami," ucap Shafa seraya mundur dari tempat itu bersama Rafi.

"Dasar anak-anak sialan, mereka benar-benar mengacaukan rencanaku, hhh tapi gadis itu, aku harus mendapatkannya sebelum semuanya terlambat bagiku," pikir Fikri sambil memakan potongan apel dimejanya.

...

Sementara itu di ruangan kerja, Shafa merapikan barang-barang serta semua catatan yang dianggapnya berharga kedalam koper miliknya sebelum akhirnya membuka kembali sebuah kotak penyimpanan yang dia hias dengan rapi dan menyaksikan sebuah kalung merah berbentuk hati yang segera dia pakai kembali dengan senang sebelum keluar dari ruang kerjanya untuk terakhir kalinya setelah beberapa waktu mengabdi ditempat itu. Saat itu perlahan dia susuri dapur tempatnya bekerja sebelum dengan telaten membersihkannya bersama beberapa para staf kebersihan disana. Tepat setelah semuanya bersih, Shafa meninggalkan tempatnya bekerja dengan perasaan campur aduk, sebuah senyum getir menghiasi wajahnya malam itu saat dirinya berjalan gontai menuju vimana dimana Rafi sudah menunggu.

Lihat selengkapnya