Ardanareshwar

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #13

Mono fwete vanda mbote

"Kau tak ingin mengecek perkembangan mereka cak," tanya Ihsan disebuah hutan lebat.

"Kayaknya tidak berjalan dengan baik ya," ucap Alim sambil menyalakan kemampuan matanya.

"Jadi untuk itu kau membangkitkan jagadnetramu," ucap Ihsan.

"Aku tidak bermaksud untuk menggunakannya untuk hal-hal personal seperti ini, tapi kadang aku terlalu khawatir, aku hanya ingin sesekali mengawasinya," ucap Alim.

"Aku tidak tau bahwa kekuatan kita akan berkembang jauh lebih cepat sekarang, kedua netraku juga sudah berevolusi ke tingkat tertingginya, padahal perang sudah berakhir," ucap Ihsan.

"Manusia tidak menjadi kuat hanya dengan konflik saja Ihsan, manusia menjadi kuat karena keinginannya untuk menjadi kuat, iswaranetra dan adinetramu juga sudah terbentuk sekarang, bukankah itu bukti bahwa manusia tidak perlu saling berkonflik untuk menjadi kuat," ucap Alim.

"Iya, tapi sebagian besar manusia akan kehilangan keinginan untuk menjadi kuat tanpa adanya konflik," ucap Ihsan.

"Tanpa adanya tantangan Ihsan, bukan tanpa konflik, kalau kau mau mengecek mereka ayo," ucap Alim seraya merubah wujudnya menjadi seorang wanita.

"Ahaha, berguna juga wujud itu sekarang tapi aku agak kurang setuju dengan pendapatmu, konflik pasti akan terjadi cak, besar atau kecil," ucap Ihsan sembari mengambil wujud penyamarannya.

"Setidaknya jangan sebesar perang yang memaksa kita bertarung itu," ucap Alim sambil memegang pundak Ihsan.

Tepat setelah itulah keduanya berpindah tempat tepat disebuah hutan kota disekitar restoran Shafa.

"Jadi kau mau mengambil peran sebagai apa," tanya Ihsan.

"Ehm, aku ingin mencoba dulu, biar gak terlalu jauh aku jadi kakak perempuanmu aja gimana, namanya hmm Mila!?," tanya Alim.

"Oke, eh kau siapkan atmasena juga buat bertugas," sahut Ihsan.

"Aman itu," ucap Alim.

"Baiklah, ayo berangkat," ucap Ihsan.

Tak lama kemudian mereka berdua akhirnya berjalan menuju restoran sambil mulai mengamati tingkah orang-orang yang mereka lewati.

...

Sementara itu di restoran. Shafa dan Shifa menjalankan tugas-tugas mereka saja, satunya memasak dan satunya mencuci piring. Sesekali mereka bicara untuk sekadar menginformasikan apa yang dibutuhkan. Pesanan demi pesanan mereka selesaikan tanpa adanya banyak hambatan, menu yang mereka sajikan juga semakin eksploratif dengan berbagai macam kejutan dari sang koki yang memasak makanan dalam berbagai rupa dengan penuh dedikasi. Hal ini juga sangat terbantu dengan sistem pelayanan mereka yang sudah menggunakan aplikasi pemesanan lengkap dengan pembayaran terintegrasi dengan gawai yang memberikan efektivitas tersendiri pada pekerjaan mereka ditambah lagi sekarang regulasi kebersihan berjalan jauh lebih baik akibat datangnya Shifa yang membuat semuanya jadi lebih lancar.

"Permisi roro, ini piring-piring kotornya," ucap Heri sambil membawa setumpuk piring dan gelas kotor ke tempat Shifa.

"Taruh disana saja, " ucap Shifa yang saat itu sedang mencuci gelas-gelas kaca sampai mengkilap.

"Oke," sahut Heri.

"Heri, ini pesanan meja 10,11,12 dan 13, " ucap Shafa sambil menyerahkan beberapa nampan kepada Heri yang segera menaruhnya di troli makanannya.

"Siap nona, hmm tumben sepi," ucap Heri.

"Udah, kerjakan aja tugasmu," ucap Shafa.

"Ooh oke," sahut Heri sambil bergegas mengantar pesanan sementara Shafa kembali memasak.

Disaat yang bersamaan Ihsan dan Alim akhirnya memasuki restoran dan saat itulah Heri segera mengenali wujud Huda dan segera memberikan tablet android pemesanan mereka. Sebagai Huda dan Mila kedua orang itu mulai memesan bermacam-macam menu mereka, mencoba setiap menu mereka satu persatu seperti sedang melakukan inspeksi namun saat satu demi satu makanan tiba, mereka melahapnya dengan cepat tanpa banyak bicara sampai membuat orang-orang terheran-heran.

Lihat selengkapnya