Senin pagi, restoran bersiap untuk buka saat tiba-tiba Sekar keluar membawa musketnya.
"Aku ikutan berburu ya," ucap Sekar.
"Lah, urusan perkakasnya gimana," tanya Shifa.
"Udah selesai itu," ucap Sekar.
"Kau ingin gabung ke tim berburu kah," tanya Rafi.
"Nggak juga, sesekali aja," sahut Sekar.
"Bolehlah, aku juga ada urusan lain," ucap Rafi.
"Oiya, ini ada bekal tambahan buat kalian," ucap Shafa sambil menyerahkan beberapa kotak makanan pada Rafi.
"Heh!?, tiba-tiba aja ada bekal tambahan," ucap Rafi.
"Gapapa Rafi, kredit sosial restoran kita sedang naik," ucap Shafa.
"Owh, cepat juga," ucap Rafi.
"Kayaknya sih ada beberapa kritikus makanan yang melakukan inspeksi mendadak selama kita berbisnis, baru aja sampai 153," ucap Shafa.
"Bagus, kayaknya kita bisa segera menambah anggota lagi," ucap Rafi.
"Kalau kita dapat sponsor maka kita akan berkembang lebih cepat lagi," ucap Shafa.
"Iya, kami berangkat dulu ya," sahut Rafi saat keluar dari restoran bersama timnya yang saat itu juga berisi Sekar dan beberapa karyawan baru.
"Karyawan restoran ini makin banyak aja," ucap Shifa.
"Banyak yang suka dengan menu-menu baru yang kita sajikan dan kebetulan Rafi dapat banyak tenaga kerja berkualitas yang ingin bergabung," ucap Shafa.
"Rencana beli peralatan itu gimana," tanya Shifa.
"Ini sedang merintis juga kan, semuanya sedang diusahakan," ucap Shafa.
...
Beberapa saat kemudian, Rafi baru saja tiba di wilayah berburu dan turun bersama timnya yang berisi belasan orang untuk memulai perburuan.
"Jadi target kita hari ini adalah taksaka dan yali paruh bebek yang yang menteror ladang jagung," ucap Rafi.
"Yali paruh bebek!?, ngapain orang-orang kok sampai bermasalah dengan makhluk hutan itu, ngapain pula kalian bermasalah dengan yali," tanya Sekar.
"Hehehe, itulah mbak, biasanya karena usaha domestikasi tapi ya namanya yali, agak sulit memang," ucap Agam.