Ardanareshwar

Ghozy Ihsasul Huda
Chapter #35

Sunflower Treat

Sabtu, 6 Desember 2014. Steve datang pada dini hari ke restoran Shafa membawa beberapa wadah kecil berisi bibit bunga matahari, labu, melon dan semangka. Dengan tenang dia menghampiri truk makanan yang saat itu difungsikan sebagai tempat istirahat oleh Rafi lalu mengetuknya.

"Huh!?, eh mas Steve, ngapain kesini," tanya Rafi sambil mengucek matanya dan membuka pintu truknya.

"Maaf mengganggumu Rafi, ini kemarin Zahra pesan bibit bunga matahari, katanya buat bikin kuaci, nah ini bibit bunga matahari yang dia pesan, sama ada labu, melon dan semangka juga," ucap Steve.

"Pagi sekali kau tiba mas, eh kayaknya bentar lagi mereka bangun, kau gak mau menunggu," ucap Rafi.

"Ya aku ikut shubuhan disini juga toh," ucap Steve.

"Baguslah, eh mas Steve, gimana cara kerja sekolah komunitasmu itu sih, kok tiba-tiba banyak sekali," tanya Rafi.

"Owh, bukan aku yang membuka sekolah, mereka adalah kumpulan tenaga ahli dan pengajar setempat yang membuat komunitas, mungkin mereka lebih pantas disebut komunitas belajar daripada sekolah dan sekarang lingkungan memungkinkan ilmu untuk terpakai tanpa sertifikat, sehingga mereka akhirnya kuberikan sertifikat pengajar untuk memantau kuantitas dan kualitas peserta didik yang dihasilkan," ucap Steve.

"Hmm begitu ya, seefektif apa sebenarnya," tanya Rafi.

"Kalau dinilai dari kualitatif sebenarnya tidak sebagus pendidikan formal, apalagi kalau bidang kanuragan, tapi untuk mendesak kuantitas masyarakat dengan keahlian spesifik sangat bagus dan hal ini membuat ilmu pengetahuan umum berkembang dengan jauh lebih kreatif mengingat sifatnya yang lebih menonjolkan koleksi ide dan penelitian dalam jumlah besar, aku cukup yakin kalau jauh lebih banyak orang menguasai pengetahuan umum akan berdampak sangat besar," ucap Steve.

"Itu pandangan yang menarik mas, aku bisa sependapat denganmu, mendidik masyarakat dengan pengetahuan umum yang baik memang sangat diperlukan sekarang, kadang aku berpikir orang-orang yang ahli menggunakan kanuragan juga akan berkembang pesat apabila mengerti betul dengan bidang pengetahuan umum akan berkembang menjadi sesuatu yang luar biasa," ucap Rafi.

"Tidak Rafi, ini bukan tentang membuat sesuatu yang luar biasa tapi mendorong perkembangan-perkembangan kecil terjadi dalam jumlah besar, membuatnya menjadi sebuah kebiasaan," ucap Steve.

"Aku kurang setuju denganmu, bagiku hal ini luar biasa, semenjak pengetahuan tersebar dengan cepat, aku mulai melihat berbagai improvisasi disana-sini, semua tempat mulai menunjukkan keunikan masing-masing dan bersama-sama berjuang untuk membangun peradaban, satu orang dengan kesaktian tak bisa membangun secepat seluruh umat manusia yang saling membantu dengan kemampuannya sendiri," ucap Rafi.

"Itulah poinnya, sejak aku melihat perubahan yang terjadi di kampung Kincir dulu, dari tak bernama menjadi sebuah pusat perdagangan sebesar itu, awalnya kupikir kuncinya adalah sosok yang memiliki kekuatan besar untuk membangun peradaban tapi tiga orang bocah ingusan datang ke tempat tinggalku dan dengan tangan-tangan kecil mereka mencoba mengajak semua orang melakukan tindakan-tindakan kecil dan memulai dengan mengerjakannya sendiri dengan tawa riang mereka, kini lihatlah sudah jadi apa mereka, satu yang sibuk merancang dan memperbaiki banyak barang sudah mencapai gelar Brahma, satu yang rewel dengan teknis manajemen telah dianugerahi gelar Vishnu dan satu yang sibuk membagikan ide-ide gilanya dengan riang gembira telah menjadi Shiva," ucap Steve.

"Kalau kuingat dulu dia pernah belajar memasak dengan kami, sayangnya waktu itu aku tidak terlalu paham pentingnya hal-hal dasar seperti ini, kupikir dia dan bisnis kecilnya takkan berjaya sampai aku sadar berapa arogannya diriku saat melihatnya perlahan mulai berkembang semakin cepat, merombak semua tempat yang pernah disinggahinya, sampai akhirnya aku sendiri datang membelanya tanpa dia meminta, dia pantas menjadi Shiva, pantas bertakhta sebagai Maheshwara tapi aku masih punya sedikit dendam padanya karena mencampakkan saudariku begitu saja, membuat saudariku murung dimalam yang sunyi dan pura-pura tertawa saat matahari menyinari wajahnya dan lebih dari itu, aku paham betul kenapa saudariku itu menginginkannya, maaf mas Steve, kadang aku ingin pukul adikmu itu," ucap Rafi.

"Hmm mereka benar-benar belum tau, Laxmi pandai juga menyimpan rahasia, udah jarang kutemukan wanita seperti itu," pikir Steve.

"Kau tau Rafi, aku kadang juga ingin memukulnya, kita sepemikiran disitu, tapi ya, ada aja urusanku, tapi kalau kau jadi iparnya mungkin bisa, jadinya mewujudkan mimpi saudarimu itu ada manfaatnya juga untukmu, ah salah, untuk kita hehe," ucap Steve.

"Ya, aku setuju denganmu mas, mungkin satu atau dua pukulan gak akan terlalu membekas kan buatnya, toh dia manusia terkuat hahaha," ucap Rafi.

"Yaa, begitulah boi," sahut Steve.

Lihat selengkapnya