"Kresssh."
Renyah suara makanan terdengar dari balik pepohonan dimana seorang pemuda menghampirinya. Melangkah dengan santai menuju suara itu sambil memeras kain saputangan basah sebelum kemudian menampakkan dirinya dari sebalik pohon mengagetkan orang yang sedang sibuk makan tadi.
"Kau masih makan aja Rasha," tanya pemuda yang ternyata adalah Lintang.
"Akkkhh uhuk, uhuk, kau bisa gak sih gausah mengagetkanku," tanya seorang gadis bernama Rasha tadi.
"Maaf, eh makan apa," ucap Lintang.
"Ikan," ucap Rasha sambil mengunyah semua bagian ikan yang dia panggang, termasuk tulang-tulangnya.
"Eeeh, ngapain kamu makan tulangnya juga," tanya Lintang.
"Bukannya ini bergizi juga, enak lho," ucap Rasha.
"Hahaha, kalau kau memang suka maka apa dayaku," ucap Lintang seraya menyalakan rokoknya.
"Lintang, kau masih saja merokok," ucap Rasha.
"Maaf, aku perlu waktu untuk bisa berhenti," sahut Lintang.
"Apa yang harus kulakukan agar engkau berhenti," tanya Rasha.
"Ini masalahku Rasha, terimakasih sudah mau membantu tapi kali ini hanya aku yang bisa menyelesaikannya, mungkin melihatmu berkembang akan lebih memotivasi diriku," ucap Lintang.
"Baiklah, eh tapi, apa gak terlambat kalau aku baru bergabung sekarang," tanya Rasha.
"Tak ada kata terlambat untuk mencoba, seperti aku sekarang yang mulai rehabilitasi dari merokok meski sesekali masih menyala juga," ucap Lintang.
"Ahh iya juga, bolehlah, ayo kita kesana," sahut Rasha seraya tersenyum tipis kearah api unggun.
"Kau mau diantar," tanya Lintang.
"Mau dong, eh terus kau mau ngapain disana," tanya Rasha.
"Makan lah, namanya aja restoran," ucap Lintang sembari berdiri.
"Kayaknya aku perlu belajar masak pada Shafa, mungkin ada masakan tertentu yang bisa mengurangi adiksi tembakau," pikir Rasha sebelum menggandeng tangan Lintang dan berjalan menuju vimana kecil mereka.
...
Sementara itu direstoran. Shafa sibuk mengajari para karyawannya untuk mengolah masakan dengan baik dan cepat. Selain itu Shafa juga memberikan alat masak bagi pelayan agar bisa membantu menyelesaikan pesanan barangkali ada yang mau pesanannya dimasak ditempat. Dengan begitu Zahra mulai bisa belajar untuk memasak juga sementara itu dapur mulai dibagi penugasannya. Suara lantang Shafa terdengar memberikan perintah dengan jelas pada masing-masing koki sementara kedua tangannya penuh dengan pesanan. Sesekali dia berhenti untuk meneguk air atau memakan kudapan yang dia dapatkan dari potongan-potongan menu pelanggan yang dianggapnya kurang elok untuk disajikan sebelum lanjut bekerja sambil mengusap peluhnya. Beberapa kali juga Shafa berkeliling dapur untuk mengecek tugas masing-masing kokinya sambil juga sesekali memberikan arahan.
Disisi lain Shifa kembali ke tugasnya untuk mengurus stok sambil sesekali mengambilkan barang-barang dari gudang. Kini urusannya dengan masakan sudah sedikit dikurangi dan hanya sesekali dia menyentuh saus dan sup atau mencicipi makanan yang akan disajikan sambil menyiapkan barang-barang dari gudang untuk diangkatnya menuju dapur sementara kini Sekar memfokuskan dirinya untuk mengurus gudang. Dengan teliti Sekar mengambil barang-barang dari rak-rak tinggi digudang yang dingin itu dan menyiapkannya untuk nanti diambil Shifa atau timnya.
Tak lama waktu berjalan hingga akhirnya malam tiba dan mereka menyelesaikan pesanan terakhir mereka malam itu sebelum akhirnya menutup restoran dan bersiap untuk evaluasi harian.
Saat itu beberapa pil suplemen segera ditelan oleh Shafa, diikuti oleh air dan pisang sambil kemudian mengumpulkan catatan mereka hari itu. Sorot matanya yang lelah itu kini diisi dengan sebuah cahaya baru, sebuah keyakinan baru yang mengangkat senyumnya lebih indah dari sebelumnya. Sesekali dia renggangkan tubuhnya hingga berbunyi sambil sedikit menguap sebelum kembali tersenyum dan meneruskan pekerjaanmu dengan penuh semangat.