Pagi minggu
Seperti biasa saat sarapan mereka selalu berkumpul di meja makan. Ardi baru saja selesai mandi dan berpakaian. Dia tadi sudah bangun sholat subuh. Tapi tidur lagi karena tadi malam begadang nonton liga inggris. Liat klub kesayangannya EM-YU main.
Tapi dia sedih. Sudah susah-susah begadang, eh EM-YU nya malah kalah.
Padahal minggu pagi juga jadwal dia lari pagi. Sekalian cuci mata dan segarin pikiran. Tapi karena badan serasa lemas liat EM- YU kalah, dia malah ketiduran.
Emaknya sudah mencoba membangunkannya berkali-kali. Karena Ardi cerita kalau pagi nanti teman-temannya bakalan datang ke rumah buat ngumpul bareng. Lalu bersama-sama ke studio Aling buat latihan ngeband. Udah janjian sama koh Aling buat latihan pagi jam sepuluh. Udah dibooking juga. Dua jam, dari jam sepuluh sampai jam dua belas. Pas la, habis latihan langsung sholat zuhur. Trus pulang buat makan siang. Atau makan dimana gitu kalau malas pulang.
Ardi sama teman-temannya memang rutin latihan band. Seminggu bisa dua tiga kali. Kadang lebih. Tergantung dana juga. Mereka patungan. Kadang juga saling nombok kalau ada yang lagi bokek. Gak masalah. Udah biasa begitu diantara mereka.
Band mereka juga belum punya nama karena mereka sadar kalau mereka cuma latihan buat nyalurin hobi. Tapi kalau harapan, sih, pengennya bisa jadi band terkenal. Paling tidak ditingkat lokal aja sudah bersyukur. Kalau bisa jadi band nasional meski masih berupa angan-angan. Mereka sudah punya peran masing-masing di band. Amin megang bass. Aris drum. Andi keyboard. Igun lead gitar. Ardi vokalisnya. Dia nyanyi sambil megang gitar. Megang aja. Gak di mainin.
Mereka juga punya lagu sendiri yang mereka ciptakan bersama ataupun sendiri-sendiri.
“Sudah di bangunin berapa kali Ardi…” Emaknya dari tadi ngomel-ngomel karena dia tak bangun juga. Logatnya sudah bercampur antara logat Jawa dan logat melayu. “Sudah janji sama teman kok kayak tak niat gitu.”
Ardi diam saja. Sementara bapaknya asyik dengan handphonenya. Diatas meja ada nasi lemak dan sambal ikan bilis plus telur ceplok. Itu sarapan buat Ardi. Dia paling suka makan nasi lemak saat sarapan. Buatan emaknya, yang kata Ardi adalah nasi lemak yang paling enak sedunia. Nasi lemak itu nasi yang di masak pake santan. Kira-kira mirip nasi uduk, la.
Itu makannya. Kalau minumnya? Apapun makanannya, minumnya pasti…. ya, air putih, la!!!
“Pak.” Ardi memanggil bapaknya saat ibunya bangkit dari kursi dan melangkah ke belakang sambil tetap mengomel.
“Hm?” Jawab bapaknya tanpa menoleh sedikitpun. Bapakku memang keren, kata ardi dalam hati. Tenang, kalem, tampan dan cool. ”Boleh tanya, gak?”
Bapak ardi yang seorang pegawai negeri sipil menghentikan sementara acara scroll scroll handphonenya. “Mau tanya apa?” jawab bapaknya dengan logat melayu.
Pembicaraan terhenti sebentar karena ibunya lewat sambil menenteng ember berisi penuh pakaian abis di cuci tadi pagi. Mau di jemur disamping rumah. “Sudah cepat makannya. Sudah jam Sembilan lewat, tuh. Janji sama teman jam sembilan tiga puluh, kan?” kata emaknya lagi masih mengomel.
Ardi hanya diam sambil mengangguk angguk. Sarapannya belum disentuh.
Pandangannya kini kembali ke arah bapaknya. “Pak. Kok bapak bisa nikah sama emak?"