Are You Ready?

Naia Novita
Chapter #5

Pemilik Rumah Gubuk

Olivia mengembus napas lega, usai meneguk air sungai.

“Wah, seger banget airnya!”

"Iya, airnya bersih juga." sahut Nara.

Kinar segera bangkit berdiri, “Gue mau nyari-nyari makanan dulu ya, siapa tau disekitaran sini ada.”

"Ayo gue temenin, Nar!" ujar Jessie. "Lo semua tunggu sini. Kalo mau nyari juga, jangan ada yang mencar harus bareng-bareng." peringatnya.

"Eh ngikut dong!" sahut Rifael bergegas menyusul Jessie dan Kinar.

Tinggallah Olivia, Nara, dan Davin.

"Vin, lo serius berantem sama Fael?" tanya Olivia.

Nara melirik Davin yang kebetulan berada di sebelahnya.

“Harusnya lo tanya sama yang mulai duluan.”

Olivia mendecak, Davin selalu saja menjadi boomerang ketika diajak bicara.

“Lo jadi semarah itu pasti karena Kinar kan?”

Davin diam, tak langsung menjawab. Iapun menghela napas sesaat, lalu segera berdiri.

"Orang yang anda tuju sedang tidak ingin diinterogasi." alihnya langsung bergegas pergi.

Kesal, Olivia melempari Davin dengan batu kerikil namun sayangnya tidak kena.

Nara terpaku memandangi Davin yang mulai menjauh.

“Yuk, Ra! Susul Davin kayaknya dia mau nyari makanan deh.”

Nara tersadar, lalu mengangguk saja.

-----

Kinar dan Jessie tengah sibuk memetik buah murbei, tak lama kemudian Rifael datang dengan membawa keranjang bambu berisi dua ekor ikan.

"Lo balik lagi ke sungai?" tanya Jessie.

Rifael mengangguk, “Tapi bukan di tempat yang tadi. Gue liat ada ikannya yaudah gue tangkep tapi cuma dua ekor yang bisa gue dapet.”

"Terus itu, darimana?" Jessie melihat ke arah keranjang bambu.

“Oh ini, gue nemu nyangkut di pohon tadi nggak tau punya siapa.”

Jessie beralih menatap Kinar yang masih memetik buah murbei. Sebuah ide cemerlang sontak muncul di kepalanya.

“El, tolong bawain buahnya sebentar ya, dicampur aja ke keranjangnya.”

“Lo mau kemana?”

"Gue kebelet buang air kecil."

Jessie segera menaruh buah murbei yang telah dipetik di keranjang.

"Gue tinggal dulu."

Rifael mengembus napasnya, menatap Jessie yang berlalu pergi.

"Gue tau akal bulus lo Jes." gumamnya menghembus napas panjang.

Kinar mengakhiri aktivitas memetik buah, ia berjalan sambil celingukan mencari Jessie. Hingga akhirnya sampai tepat di hadapan Rifael.

Hening, tidak ada yang mau membuka suara.

"Lo-"

"Jes-"

Rifael menggaruk tengkuknya, "Lo duluan deh."

Kinar mengerjap sesaat, "Jessie kemana?"

"Lagi buang air kecil katanya."

"Oh oke. Mau bilang apa tadi?"

"Emm, gue ..." Rifael memalingkan mata, sungkan menatap Kinar.

"Gapapa nggak usah di paksain, kalo belum bisa bilang," Kinar tersenyum tipis. "Gue mau ke sana dulu ya, tadi gue liat ada pohon cabai." lanjutnya bergegas pergi.

Rifael mengacak rambutnya, gemas. 

"Gue minta maaf."

Kinar menghentikan langkah.

"Gue kebawa emosi semalem, maaf."

Rifael berjalan menyelaraskan posisi, lalu berdiri di hadapan Kinar.

"Semalem setelah berantem, Davin nyamperin gue ..."

FLASHBACK ON

Setelah Olivia menyuruh untuk beristirahat dan melanjutkan kepergian esok hari, Davin keluar dari kamar. Melihat ke arah pintu rumah yang terbuka.

Davin melongok keluar, mendapati Rifael yang duduk di kursi bambu.

Rifael sedikit melirik Davin, "Kenapa? Masih belum puas mukul gue?"

Davin bersandar pada tiang pintu, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Menatap lurus ke depan.

"Nggak mungkin ada asap, kalo nggak ada api. Jelas ada penyebabnya."

Rifael menyungging senyum miring, "Faktanya kalo bukan karena dia, gue nggak mungkin di bikin bonyok kali."

"Daripada itu, ada yang lebih penting. Lo punya pikiran pendek, bertindak semaunya tanpa mikirin orang lain. Seegois itu kah lo?"

Rifael menoleh, merasa tak terima dengan ucapan Davin tersebut.

"Sekarang gue balik, lo yang ada di posisi gue dan sasarannya Jessie."

"Nggak usah bawa-bawa Jessie." kecam Rifael, menatap tajam Davin.

Kini giliran Davin yang menyungging senyum miring, sesuai rencana membuat Rifael terpancing.

"Apa yang bakal lo lakuin kalo sampe itu terjadi?"

Davin membuat Rifael tak berkutik.

Hanya butuh beberapa detik saja, Rifael mulai goyah.

"Apa lo akan lakuin hal yang sama kayak gue?"

Rifael mendecak kesal, "Sialan lo." gerutunya mengacak rambut frustasi.

"Kalo lo bisa berpikir jernih, gue yakin lo akan sadar kalo keputusan Kinar buat nggak cerita bukan sepenuhnya salah dan dia juga mana mungkin sengaja lakuin itu,"

Rifael mematung, menatap lurus ke depan dengan perasaan berkecamuk.

“Kehilangan salah satu dari kita sama sekali bukan keinginannya. Ngerti kan, sampe sini?”

Setelah berkata, Davin segera beranjak pergi meninggalkanku Rifael.

FLASHBACK OFF

Lihat selengkapnya