Kinar terbangun, lalu mengedipkan mata menjelaskan pandangan yang memburam. Menatap sekeliling sejenak. Rupanya ia kembali lagi ke rumah kosong tak berpenghuni sebelumnya.
Kinar bangkit duduk, meringis kesakitan sambil membuka sepatu. Melihat tumit kakinya lecet akibat terlalu lama berjalan.
Detik berikutnya, Kinar tertegun ketika melihat Davin yang baru saja sadar. Iapun buru-buru memakai sepatunya kembali.
Davin sedikit meringis memegangi kepalanya yang terasa pusing, lalu melihat Kinar seperti sedang menahan sakit.
"Nar, lo gapapa?" tanyanya.
Kinar mengangguk kecil, “Gapapa kok.”
Kinar beralih melihat sahabatnya yang lain masih tergeletak dan belum sadar. Lalu beralih menatap Unknown Book yang berada tidak jauh darinya.
Saat Kinar sedang membuka Unknown Book tersebut, Olivia terbangun disusul oleh yang lain.
Kinar membaca kalimat baru yang tertulis pada salah satu lembar menggunakan tinta berwarna merah.
GAME 1 FAILED. SETELAH INI TERIMALAH HUKUMAN!
"Apa ada yang muncul lagi?" tanya Davin.
Kinar mengangguk dan segera menaruh Unknown Book di lantai, mempersilakan Davin dan para sahabatnya melihat.
Olivia menatap satu persatu sahabatnya.
“Kita nggak bisa keluar sekarang, diluar sana gelap dan nggak ada pilihan lain selain tetep di rumah ini, demi keselamatan bersama juga.”
"Gimana kalo kita semua disatu ruangan aja? Biar makin aman." saran Jessie.
"Betul, gue setuju, lagipula masih belum tau pasti hukuman apa yang akan dikasih." imbuh Kinar.
Olivia menatap sekeliling sejenak.
"Kita didalem kamar itu aja." usulnya menunjuk pintu kamar yang berada dekat ruang tamu.
"Btw omongan nenek Buyung yang nyuruh kita fokus buat berhasil dan cari jalan keluar, menurut kalian itu sebuah wejangan nggak sih?" tanya Rifael.
"Bisa jadi." respon Olivia.
"Tapi setau gue kalo roh manusia yang udah meninggal ada kemungkinan bisa nyampur sama roh yang jahat." sahut Davin.
"Berarti roh nenek Buyung yang asli itu masih ada ya? Karena sebelum sikapnya berubah dingin, dia mau ngajak kita numpang di rumahnya buat istirahat dan makan, udah gitu sikapnya ramah pula." imbuh Jessie.
"Iya mungkin bener masih ada dan nggak tau kenapa gue ada firasat kalo nenek Buyung itu sebenernya orang baik." ujar Kinar.
"Sama gue juga ngerasa gitu." Olivia mengangguk, dan disetujui oleh yang lain juga.
Kinar kembali membuka Unknown Book, melihat satu persatu lembar.
“Guys, liat ini.”
Semua pun segera merapat.
Terdapat sketsa yang menunjukkan rumah yang diberi lingkaran merah dan terdapat kalimat bertuliskan 'MEREKA DATANG!'.
Semua terperanjat, ketika mendengar suara ketukan dari arah luar rumah. Bukannya menghilang, suara tersebut malah bertambah banyak hingga berubah menjadi gedoran kencang.
"Gila!" kagetnya.
Kinar, Jessie, Olivia, Nara segera menghampiri Rifael.
"Kenapa? Ada apa diluar sana?" tanya Jessie.
"Banyak hantu diluar! Serem-serem banget!" jawab Rifael.
Kinar terbelalak, “Pintu belakang!”
Nara berlari menyusul Kinar yang berlalu pergi.
Sesampainya di dapur tepat dimana pintu belakang berada, Kinar sontak dibuat tercengang. Sosok pocong berwajah hitam berlumur darah sedang menjedotkan kepala ke pintu.
Secepat mungkin Kinar menutup pintu, lalu dikunci oleh Nara. Beruntunglah belum terbuka lebar sehingga masih sempat ditangani.
Kinar dan Nara berusaha mengatur napas dan menetralisir rasa paniknya.
"Lo liat mukanya tadi?" tanya Nara. “Sekilas dan gue langsung tutup mata, serem banget Ra!”
Meskipun telah berhasil terkunci, suara jedotan dari pocong tersebut masih terdengar.
-----
Karena tidak ada kunci yang tersedia, Davin dan Rifael menutup pintu kamar menggunakan kursi dan ditumpuk oleh laci kecil. Akibatnya debu-debu berterbangan, membuat keduanya menutup hidung dan mulut sambil mengibaskan tangan.
Semua tersentak kaget, ketika melihat jendela kamar yang digedor oleh hantu-hantu usil.
“Kalo misalnya kita ketangkep sama hantu-hantu itu, nggak kebayang deh nasibnya bakal gimana.”