Rifael menghentikan langkah, terduduk lemah lalu terisak. Ia mengepalkan tangan dan memukul-mukuli tanah dengan gejolak kesedihan dan emosi yang memuncak.
Semua sangat terpukul atas kepergian Jessie yang naas, terutama Rifael.
Kinar berjongkok, menatap kosong lurus ke bawah dengan berlinang air mata. Tak menyangka bahwa mimpi buruk yang coba ia singkirkan mentah-mentah dari pikirannya, telah menjadi kenyataan.
Rifael menoleh ke belakang, iapun segera bangkit.
Melihat Rifael yang berbalik arah, Davin langsung menegurnya.
“Lo mau kemana?”
“Gue mau balik cari Jessie.”
Rifael hendak melangkah, Davin langsung menahan pundaknya.
“Buat apa? Percuma lo kesana. Sekarang kita nggak bisa berbuat apa-apa selain selamatkan diri, lo mau terjebak disini selamanya?”
Rifael bergeming sebentar, tangannya terangkat menarik kerah Davin.
“Apa lo sama sekali nggak mikirin gimana jasad Jessie, hah?!”
“Apa lo nggak sadar sama resikonya? Kalo kita ke sana, sama aja bahayain diri kita sendiri! Inget, itu jurang!”
Perlahan Rifael mengendurkan cengkramannya. Menundukkan kepala lalu menutup wajah dengan kedua tangan sambil berteriak, perasaannya sangat berkecamuk.
Davin menghembus napasnya, mencoba tetap tegar meski sesungguhnya ia juga merasakan hal yang sama dengan Rifael.
“Gue tau ini berat. Tapi kita juga harus bertahan untuk tetap keluar dari sini.”
------
Ditengah perjalanan, Kinar tiba-tiba sempoyongan.
Davin yang berjalan di sebelahnya langsung sigap menahan kedua pundak Kinar.
“Lo gapapa?”
Kinar menggeleng kecil, “Gapapa.”
“Tapi muka lo pucat, Nar, badan lo juga dingin.”
Kinar menutup mata, meringis memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing.
“Kinar lo kenapa?”
“Muka lo pucat banget!”
“Kita istirahat dulu ya sebentar.”
Meski mata tertutup, Kinar masih dapat mendengar sahutan suara Nara, Olivia, dan Rifael itu walaupun hanya samar-samar.
Dengungan kencang muncul di telinga Kinar, hingga membuat pendengaran pun ikut terhambat.
Hening. Kinar diam tak bersuara, hanya terdengar napasnya yang memburu saja.
Nara mengangkat tangan, menyentuh pundak Kinar.
“Nar, lo-”
Kedua mata Kinar terbuka lebar dan berubah warna menjadi merah, menoleh ke arah Nara dan langsung mencekiknya dengan kuat.
Olivia tak tinggal diam, ia segera melepas tangan Kinar.