Tangan hitam berkuku tajam tiba-tiba keluar dari dalam tanah, menarik kaki Davin yang sedang berlari hingga membuatnya terjatuh.
Davin berusaha bangkit, dengan napas tersengal-sengal.
Makhluk-makhluk hitam tersebut mulai mendekat, hendak menerkamnya.
Davin menoleh ke arah senter yang terlepas dari pegangannya usai terjatuh tadi.
Buru-buru Davin mengulurkan tangan hendak meraih senter yang masih menyala itu, namun sayangnya tak sampai hanya tersenggol saja.
Suara geraman yang saling bersahutan lantas menyita perhatian Davin, ia spontan beralih menghadap depan.
Davin bangkit berdiri, menyungging senyum miring. Kelemahan mahkluk-mahkluk hitam itu bila terkena sinar maka akan lenyap.
Davin mendadak tak berkutik, senter tiba-tiba mati. Padahal mahkluk hitam belum sepenuhnya dimusnahkan.
"Mati gue!" batin Davin.
-----
Kinar, Nara, Olivia, dan Rifael menunggu tanpa ada rasa tenang sedikitpun.
Rifael mendecak sambil mengacak rambut frustasi, "Kenapa lo senekat itu sih, Vin?!" gumamnya sebal sendiri.
Sedari tadi Kinar menatap tanpa berkedip ke arah jalanan yang dipenuhi oleh kegelapan. Berharap Davin datang dalam keadaan selamat.
Lain halnya dengan Nara, ia terus menundukkan kepala. Berdo'a dalam hati seraya menyangkal kemungkinan buruk yang terbesit di benak.
Olivia yang tengah mondar-mandir sambil menggigit kukunya kini tertegun. Dalam kegelapan yang hanya disinari oleh cahaya bulan, ia memicingkan mata melihat siluet tubuh seseorang yang berjalan mendekat.
"Davin!"
Atensi Kinar, Nara, dan Rifael sontak teralih. Serempak mengikuti arah pandang Olivia.
Siluet seseorang itu semakin dekat, hingga dapat terlihat dengan jelas.
Rifael terperangah, bahkan tak berkedip, jantungnya seakan ingin copot saking terkejut.
Sama halnya dengan Kinar, Nara, dan Olivia. Mereka bergeming, tak berkutik.
Rifael bangkit dari duduknya, melangkah mendekat. Dengan tangan gemetar, ia menangkup wajah seseorang di hadapannya.
Dan ternyata ... Olivia telah salah mengira.
Yang datang bukanlah Davin.
------
Napas Davin seolah terhenti. Sekujur tubuh mendadak sangat lemas tak berdaya.
Sedikit mengintip dari balik semak-semak untuk memantau situasi. Helaan napas lega akhirnya keluar dari mulut Davin.
"Semoga mereka beneran udah nggak ada." bisiknya bergegas keluar dari tempat persembunyian.
Davin berlari secepat mungkin, hingga akhirnya iapun berhasil menghampiri para sahabatnya.
"Sorry, gue telat." ujarnya merunduk, napasnya tersengal-sengal memegangi lutut lantaran kelelahan.
Baru saja Davin menegakkan tubuh dan kepalanya, tiba-tiba ia disambut dengan pelukan erat dari Kinar.
Davin mematung tak berkedip. Mimik wajahnya seakan tak percaya dengan apa yang dilakukan Kinar.