Olivia tidak bisa melihat apapun lantaran sekelilingnya sangat gelap. Ia menyentuh sisi kiri dan kanan, hanya dapat merasakan tekstur tanah yang merongga.
"Gais! Tolongin gue!" pekiknya gemetar ketakutan.
Davin sangat kelimpungan, mengetuk-ngetuk senter dengan cukup keras ke telapak tangannya.
Kinar menggigiti kuku, mencoba berpikir keras. Ia menyisir pandangan ke sekeliling, tepat setelahnya sinar bulan kembali muncul.
Tanpa pikir panjang, Kinar segera pergi mengambil ranting pohon berukuran cukup panjang di tepi semak-semak. Kemudian bergegas kembali.
Davin menghela napas lega, akhirnya senter berhasil menyala. Iapun langsung menyorotinya ke arah lubang.
"Biar gue aja, Nar." ujar Rifael meminta ranting pohon yang dibawa Kinar.
Setelah Kinar memberikannya, Rifael merunduk mengulurkan ranting pohon ke dalam lubang agar diraih oleh Olivia.
"Pegang Liv!" pekik Rifael.
Olivia mengangkat kedua tangan.
Akhirnya ranting pohon pun berhasil ia gapai.
"Ra, tolong pegangin senter ini ya." pinta Davin.
Nara mengangguk, segera mengambil senter yang disodorkan oleh Davin.
Davin turut membantu Rifael untuk menarik ranting pohon. Keduanya mengerahkan seluruh tenaga agar Olivia dapat terselamatkan.
Telapak tangan Olivia mulai membubung keluar, Rifael langsung berinisiatif meraihnya.
Olivia berkerut kening, merasa ada yang menahan pergelangan kakinya. Ia menoleh ke bawah dan sontak terbelalak.
"Liv, ada apa?! Kenapa lo susah buat gue tarik?" tanya Rifael bingung.
"Ada yang narik kaki gue!" jawab Olivia berusaha menghentakkan kakinya.
Tangan-tangan hitam berkuku tajam kembali muncul dan menarik pergelangan kaki Olivia dengan kuat.
Davin membiarkan ranting pohon terjatuh dan segera menarik tangan Olivia yang satunya.
Terjadilah saling tarik-menarik antara Rifael, Davin, dan tangan-tangan hitam usil itu.