Anaya menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Melihat ke arah langit-langit kamar yang di penuhi oleh bintang berwarna hijau. Bintang -bintang yang indah, yang selalu membuat Anaya tersembut kelita melihatnya.
Anaya teringat wajah seseorang ketika melihat bintang itu. Wajah yang membuat senyum itu semakin nampak. Terutama matanya, mata yang membuat Anaya merasakan sebuah perasaan asing dalam dirinya. Perasaan yang tak pernah ada kini mulai muncul.
“Arfan.”
Mata Anaya terpejam. Ia tertidur dalam senyuman bahagia. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 5 pagi.
~Oh Dari Mana, Dari Matamu Matamu, Ku Mulai Jatuh Cinta, Ku Melihat Melihat, Ada Bayangan, Dari Mata Kau Buatku Jatuh, Jatuh Terus, Jatuh Ke Hati~
Suara alarm dari ponsel Anaya berbunyi. Anaya mematikan alarm itu. Bangun dari kasur. Duduk di tepi ranjang. Membuat dirinya terbangun agar tak jatuh ketika berjalan.
Anaya telah selesai bersiap, ia siap dengan seragam putih abu-abu. Langkah Anaya menuruni tangga. Menuju dapur.
“Pagiii mah,” sapa Anaya. Ia lalu duduk di kursi, bersiap untuk sarapan.
Sementara itu Susan sedang menyiapkan sarapan untuk putri tunggal tersayangnya. “Sarapan udah siap,” ucap Susah. Ia tiba di meja makan sambil membawa burger dan susu.
“Wah, kesukaan Anaya,” ucap Anaya penuh antusias.
“Tapi bukan kesukaan papah,” sela Fathan yang baru saja tiba di meja makan.
“Pagiii pah,” sapa Anaya.
“Pagi sayang,” jawab Fathan dengan senyum hangat. Ia duduk di kursi yang ada di hadapan putrinya.
“Ini buat Anaya, ini buat papah.” Susan membagikan sarapan.
“Makasi mah,” jawab Anaya dan Fathan, kompak. Suara tawa menggema di ruang makan. Keluarga yang dipenuhi oleh kehangatan dan kebahagiaan.
Setelah makan, Anaya dan Fathan bersiap untuk berangkat. Mereka masuk ke mobil setelah berpamitan dan melambaikan tangan pada Susan yang mengantar kepergian mereka hingga pintu depan.
“Pah, hari ini ada jadwal bimbingan skripsi lagi?” tanya Anaya.
“Iya, hari ini mahasiswa bimbingan papah yang konsultasi ada 3 orang. Jadi pulangnya sore an.”
“Yah, ga bisa nonton pertandingan basket bareng dong. Itu mulainya jam 3,” ucap Anaya, sedih.
“Gimana sebagai gantinya, hari minggu kita pergi nonton pertandingan basket langsung di lapangannya.”
Mata Anaya membulat, mulutnya terbuka lebar. “Serius pah?” teriak Anaya.