Anaya berangkat ke sekolah seperti biasa. Memulai hari dengan senyuman dan penuh semangat. Bahkan ketika berjalan di halaman sekolah menuju ruangan kelas, Anaya terus menampakan senyumnya. Itu yang membuat Anaya disebut sebagai perempuan ceria.
Langkah Anaya semakin mendekati kelas. Sampai langkah itu berhenti ketika berada beberapa langkah saja dari kelas.
Senyuman itu hilang dari wajah Anaya. Berubah menjadi wajah datar yang sedang menahan rasa kaget, sedih dan kecewa yang menimpa hatinya secara bersamaan.
“Buat kamu.” Seorang perempuan memberikan sebuah permen kepada Arfan.
Arfan mengambil permen itu. Wajah Arfan terlihat antusias. Bahkan ia tersenyum. Arfan dan perempuan itu saling bertatapan dengan senyum indah. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih.
Perempuan itu kemudian pergi. Meninggalkan sebuah senyuman yang manis.
Perasaan Anaya berasumsi bahwa itu adalah Narin, si wakil ketua osis. “Apa mereka beneran pacaran?” gumam benak Anaya.
Arfan kemudian masuk ke dalam kelas setelah Narin pergi. Begitu Pula dengan Anaya, yang masuk dengan lesu. Sepertinya hari ini Anaya tidak akan bersemangat untuk menjalani hari.
Walaupun Zea menyadari bahwa Anaya sedang tak bersemangat, ia tak bertanya karena Zea juga menyaksikan kejadian yang ada di depan kelas tadi. Zea lebih memilih untuk tetap diam dan membiarkan Anaya menenangkan diri sejenak.
Kelas pertama dimulai dengan mata pelajaran Fisika. Setelah bel berbunyi, Pak Yunus yang merupakan guru Fisika masuk ke dalam kelas. Kelas dimulai seperti biasa. Yang tidak seperti biasa adalah Anaya yang tidak fokus memperhatikan pembelajaran. Selama kelas Anaya hanya melamun.
“ANAYA!” teriak Pak Yunus. Anaya terhentak saking kagetnya.
“Kamu dari tadi melamun aja. Kalau ga mau belajar lebih baik di luar aja,” ucap Pak Yunus.
Suasana kelas menegang. Bahkan Zea juga ikut panik dengan sikap pak Yunus terhadap Anaya. Ini pertama kalinya Anaya tidak memperhatikan pelajaran hingga dimarahi.
“Maaf pak,” ucap Anaya, tertunduk. Zea langsung mengusap pundak Anaya.
Proses pembelajaran kemudian dilanjutkan. Kali ini Anaya lebih fokus. Walaupun sulit untuk menjernihkan pikirannya dan kembali untuk fokus.
“Sekarang kita latihan soal. Bagi yang bisa menjawab soal nomor 1 di buku bisa angkat tangan dan menjawab di papan tulis,” ucap Pak Yunus.
Semua murid melihat soal tersebut, mereka mulai mencoba untuk menjawabnya. Karena sepanjang pelajaran tadi Anaya tidak memperhatikan, itu membuat Anaya kesulitan untuk menjawab soal. Sehingga Anaya memilih untuk mengabaikan soal itu.
Selama beberapa menit tak ada yang mengangkat tangan. Bahkan Pak Yunus sudah menghimbau beberapa kali agar ada yang maju ke depan untuk menyelesaikan soal yang ia suruh.
“Kalau sampai ga ada yang mau maju, Anaya kamu yang maju, karena dari tadi kamu tidak memperhatikan saya yang menerangkan di depan,” kata Pak Yunus.
Anaya langsung cemas setelah perintah itu. “Nay, bisa kan?” tanya Zea. Dia juga sedari tadi tak menjawab soal itu, jadi walaupun ingin, Zea tak dapat membantu.
Sarah lalu melihat ke belakang. Menaruh bukunya di depan Anaya. “Maaf kalau salah,” ucap Sarah tanpa suara.
“Makasih,” jawab Anaya, tersenyum simpul.
Lalu secara tiba-tiba, Raka mengangkat tangan pada detik-detik terakhir. Raka kemudian maju untuk menyelesaikan soal tersebut.