“Nay, lo suka Arfan?” Pertanyaan Raka yang membuat Anaya tertegun hingga tak dapat bicara.
Anaya bingung harus menjawab apa. Apakah ia harus jujur dengan perasaannya? Tetapi Anaya tak ingin ada lebih banyak orang yang mengetahui mengenai perasaannya. Jika begitu maka Anaya harus berbohong. Tetapi Anaya tak ingin berbohong kepada Raka.
Seharusnya Anaya langsung mengelak. Tetapi nuraninya tak kuasa untuk melakukan itu. Perasaan Anaya menolak untuk berbohong kepada Raka? Seharusnya itu tak terjadi.
Anaya terlihat ragu. Wajah Anaya bahkan nampak tertekan. “Aku...”
“Jangan jawab,” potong Raka. “Lebih baik gue ga tau.”
Suasana canggung itu akhirnya dipecahkan oleh penjual ceker yang datang membawa pesanan. Anaya makan dengan lahap. Bahkan pembicaraan yang membuatnya begitu tertekan langsung hilang seketika. Jika sudah menyangkut makanan, semua stress dan masalah bagai lenyap begitu saja.
Sesuai janji, Raka akan mengantar Anaya tiba di rumah sebelum pukul sembilan lewat tiga puluh menit. Bahkan mereka tiba pukul sembilan lewat sepuluh menit.
Saat tiba, Anaya dan Raka melihat Susan dan Fathan yang sedang duduk di emperan rumah. Susan langsung keluar ketika mendengar suara motor Raka.
“Kalian udah pulang. Cepet banget makannya,” ucap Susan.
“Makasi tante udah izinin saya bawa Anaya,” kata Raka.
“Gapapa, tante justru senang Anaya dapat teman kayak kamu. Kalau mau ajak Anaya keluar lagi, boleh-boleh aja. Apalagi kalau tepat waktu gini, tante pasti izinin.”
“Makasi tante. Kalau gitu saya pamit. Mari om,” pamit Raka.
“Iya hati-hati,” sahut Fathan dari teras.
Susan dan Anaya tetap berada disana hingga Raka pergi. Ibu dan anak itu masuk sambil bergandengan tangan.
“Sopan banget anaknya,” kata Fathan.
“Mamah emang suka dia dari kecil. Udah ganteng, pintar, sopan, terus sayang banget sama mamahnya,” puji Susan.
Raka adalah teman pertama yang Susan puji. Fina, Zea, Caca, dan Sarah tak pernah mendapatkan pujian seperti itu. Mereka hanya dipuji cantik. Itu wajar untuk seorang ibu memuji anak mereka dan teman dari anak mereka.
***
Halaman sekolah sudah dipenuhi oleh banyak murid. Banyak yang masih berjalan menuju halaman sekolah. Ada yang sedang berlari ke kelas karena baru saja tiba. Ada juga yang masih duduk di dalam santai di dekat lapangan karena upacara belum di mulai.
Begitu banyak hal yang dilakukan oleh para murid ketika upacara akan digelar. Tetapi Anaya tak melakukannya. Anaya justru sibuk dengan temannya yang baru saja pingsan tepat di sebelahnya.