ARFANAYA

SADNESS SECRET
Chapter #16

Masa Lalu Anaya dan Raka

“Cinta segitiga,” bisik Zea.

“Aku sama Raka?” tanya Anaya bingung.

Zea masih menatap Anaya dengan tatapan yang penuh percaya diri dengan ucapannya.

“Ga mungkin. Raka suka aku? Mustahil.” Anaya menampik hal itu dengan yakin.

Anaya tiba-tiba terpikirkan ucapan Zea barusan. Apakah mungkin Raka sungguh menyukainya? Padahal sikap Raka adalah sikap yang wajar diantara teman. Walaupun Raka terbilang dingin kepada orang lain, itu karena mereka belum dekat. Jika mereka dekat dengan Raka maka mereka juga pasti akan diperlukan seperti Raka memperlakukan Anaya saat ini.

Anaya percaya jika sikap Raka hanya sikap antar teman. Tidak lebih dari itu. Laki-laki seperti Raka tak mungkin sampai menyukainya. Karena Anaya tahu betul bahwa hati Raka terbuat dari bongkahan es yang tebal.

***

Sepulang sekolah Anaya dan Fina sedang berada di toko sushi yang ada di dalam mall. Mereka melakukan acara makan-makan karena Anaya sedang ingin memakan sushi untuk menaikan moodnya. Sekaligus juga curhat kepada Fina.

“Kalau sampai teman-teman kamu mikir kayak gitu sih kemungkinan besar bener,” seru Fina setelah mendengar cerita Anaya.

“Tapi ini Raka, Fin. Raka…” Anaya sungguh mempertahankan pendapatnya.

“Kalau di inget-inget lagi yah. Dulu waktu kamu tonjok pipi dia, dia cuma berdiri diam. Ga bales ataupun marah. So gentleman. Jangan-jangan dia naksir dari dulu lagi,” tebak Fina sambil berpikir. Mengingat kejadian dulu, adakah tanda-tanda yang menggambarkan perasaan Raka terhadap Anaya.

“Apaan sih, nggak mungkin,” sanggah Anaya.

Bukan mendapatkan solusi, Fina malah berpendapat yang sama dengan Zea. Lalu apa gunanya curhat dengan Fina jika pada akhirnya berada di jalan yang berbeda. Padahal Anaya ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan Zea yang ia anggap mustahil.

“Nay, kalau di pikir-pikir yah, surat yang kamu bilang tadi, ada kata-kata ‘Perpisahan di antara kita adalah luka yang tak ingin kurasakan lagi’ itu memang cocok buat gambarin kamu sama Raka. Ketemu lagi setelah berpisah,” kata Fina.

Anaya memilih untuk diam, tak menanggapi perkataan Fina. Bukannya menghilangkan rasa resah, Fina malah menambah beban lain dengan menyangkut pautkan surat itu lebih dalam dengan masalah ini. Padahal Anaya sudah berusaha tak ingin mengaitkan keduanya. Karena Anaya merasa jika tulisan tangan di surat itu adalah tulisan tangan milik Raka.

***

Ketika sore hari tiba, Anaya mengirimkan pesan kepada Raka agar tidak perlu menjemputnya untuk pergi pembinaan bersama. Karena Anaya mengetahui jika Raka pasti akan langsung datang walau sudah dilarang, Anaya jadi memberikan alasan jika ia sedang tidak ada di rumah.

Saat hendak pergi, Anaya mengecek jalanan yang ada di depan rumahnya. Anaya bisa bernafas lega karena Raka tak ada disana. Saat itu Anaya pergi ke sekolah dengan menggunakan mobil.

Baru saja turun dari mobil, Anaya sudah langsung dikejutkan dengan sosok Raka yang secara mengejutkan berdiri didepan pintu mobil.

Lihat selengkapnya