Saat pembelajaran Seni Budaya Bu Fitriani melakukan pembagian kelompok untuk kelompok Pentas Drama sebagai Ujian Tengah Semester nanti.
Kelompok 1 (Drama Tragedi): Anaya, Caca, Luna, Aisah, Ira, Aulia, Fitri, dan Rifki
Kelompok 2 (Drama Musikal): Saffa, Meri, Surya, Yadin, Sandra, Ina, Nuri dan Efendi
Kelompok 3 (Melodrama): Raka, Zea, Arfan, Sarah, Fatya, Lili, Irfan dan Ilia
Kelompok 4 (Drama Komedi): Gilang, Dani, Rama, Nina, Rya, Tiana, Isfa, dan Sintia
Anaya tak puas dengan pembagian kelompok itu. Hal itu selalu terjadi setiap kali Anaya tak satu kelompok dengan Arfan. Padahal satu semester telah berlalu. Anaya tak juga mendapatkan kelompok yang sama dengan Arfan. Yang lebih mengesalkan adalah Zea satu kelompok dengan Arfan.
Dengan jelas Anaya menunjukan wajah kesalnya kepada Zea.
“Yang kasian itu aku, Nay. Bisa-bisanya aku terjebak antara Arfan dan Raka,” rintih Zea. Jika orang lain melihat wajah Zea saat ini maka mereka pasti beranggapan jika Zea telah menjadi budak pekerjaan. Beban berat yang tak pernah berakhir.
“Kenapa jadi bahas Raka?” omel Anaya.
“Tau ah,” celetuk Zea.
Untung saja mereka debat dengan suara kecil sehingga tak ada yang bisa mendengar pembicaraan mereka. Walaupun sedikit lelah menekan pita suara saat sedang kesal
***
Beberapa hari setelah pembagian kelompok Pentas Drama, beberapa kelompok sudah mulai latihan.
“Zea..” panggil Anaya dari halaman rumah Zea.
Kemudian Zea mengeluarkan wajahnya melalui jendela kamarnya yang ada di lantai dua. Zea membuka mulutnya dengan lebar. Melihat Anaya sambil memiringkan kepala.
“Nay, ngapain?” tanya Zea, bingung.
Anaya melambaikan tangannya dengan semangat. “Sini turun,” ucap Anaya sambil memberi isyarat tangan.
Kemudian Zea tak terlihat lagi dari jendela. Beberapa menit kemudian sosok Zea muncul lagi dari pintu utama. Ia menghampiri Anaya dengan wajah kesal.
Anaya menatap Zea dengan senyuman polos. “Hi,” sapa Anaya.
“Udah aku bilang kan Nay, aku ga mau. Disana juga ada Raka. Kamu mau kalau Arfan liat kalian deket?” kata Zea.
“Aku nggak peduli. Yang penting bisa liat Arfan,” balas Anaya dengan senyum yang semakin lebar.
Zea menghela nafas panjang. Dia sudah tak sanggup meladeni seorang perempuan yang sudah dibutakan oleh cinta.
Akhirnya Zea dan Anaya pergi bersama ke sekolah untuk menghadiri sesi latihan dari kelompok Zea. Itu adalah alasan yang membuat Anaya terus mengganggu Zea hingga Zea lelah. Anaya ingin melihat sesi latihan kelompok Zea dengan alasan mengantar Zea latihan. Padahal Anaya ingin melihat Arfan.