Beberapa hari Anaya melalui hari dengan terpuruk. Setelah Raka datang menemuinya disaat terendah itu, Anaya memutuskan untuk bangkit. Anaya bertekat untuk tidak memperdulikan semua perkataan Rama terhadapnya, yang sudah diucapkan dan yang akan ia ucapkan di masa depan.
Di sekolah Anaya menunjukan sikap seperti biasa, maju menjawab soal hitungan, membaca buku saat jam istirahat, dan pergi ke kantin jika lapar. Semuanya dilakukan dengan seperti biasa.
Marvin tiba-tiba datang ke kelas Anaya saat jam istirahat. “Nonton aku main basket yah?” pinta Marvin secara khusus.
“Dimana?” tanya Anaya.
“Di lapangan basket kota,” jelas Marvin. “Mau yah.”
Tak langsung menjawab, berpikir lebih dahulu, berpikir dengan panjang karena resiko untuk ke sana sangatlah besar.
Resiko pertama, Arfan pasti ada disana karena dia adalah pemain inti jadi mau tidak mau maka Anaya akan melihat Arfan. Serta ada kemungkinan 10% untuk kontak mata yang akan memunculkan sesuatu yang tidak Anaya inginkan.
Resiko kedua adalah Anaya pasti akan bertemu dengan Rama yang bisa saja membully lagi. Itu terlalu beresiko untuk kesehatan mental Anaya.
Resiko ketiga adalah Raka atau semua teman dekat Arfan akan menyebarkan gosip bahwa Anaya menonton pertandingan basket Arfan. Padahal ingin menonton Marvin.
“Aku pikir dulu,” jawab Anaya.
“Iya santai saja mikirnya. Pertandingannya besok lusa jam 3 sore. Jangan sampai telat,” ucap Marvin sambil melangkah mundur meninggalkan ruangan.
“Aku ga janji,” kata Anaya sedikit teriak karena Marvin sudah pergi jauh darinya.
***
Anaya berpikir sangat keras untuk mengambil keputusan untuk menonton pertandingan basket atau tidak. Arfan yang merupakan ketua tim basket sekolah tak mungkin tidak hadir disana. Mau tidak mau Anaya pasti bertemu.
Satu-satunya cara untuk menghindar adalah tidak pergi kesana atau menyembunyikan diri. Pertemanan Anaya dan Marvin yang baik dan harapan Marvin agar Anaya ada disana membuat Anaya terpaksa pergi.
Untuk menyembunyikan diri, Anaya menggunakan topi dan kacamata hitam agar tidak ada yang mengenalinya jika tidak dilihat dengan teliti. Anaya sudah meminta Fina dan Raka untuk menemaninya.
Didepan rumah Anaya, ada Fina dan Raka yang sudah berkumpul.
“Lo ga mau pikir-pikir lagi?” tanya Raka.
“Eum,” jawab Anaya.
“Nay, kalau aku aja yang wakilin kamu pergi gimana?” ucap Fina.