ARFANAYA

SADNESS SECRET
Chapter #22

Kehangatan Yang Tak Di Sadari

Motor Raka belum juga melaju bahkan hingga Anaya sudah menaiki motornya.

“Pegangan. Kalau lo jatuh, gue tinggal,” ucap Raka.

Dengan sedikit ragu Anaya lalu melingkarkan tangannya di perut Raka.

Motor Raka melaju meninggalkan lokasi perlombaan. Menikmati hembusan angin yang berhembus lembut mengelilingi mereka berdua. Tak ada pembicaraan sepanjang perjalanan. Anaya ragu untuk memulai pembicaraan melihat posisinya sekarang.

Ditengah perjalanan yang Anaya nikmati dengan perasaan tegang, Anaya dikagetkan lagi dengan tindakan Raka yang tiba-tiba memegang tangannya. Menggenggam kedua tangannya yang jelas-jelas sedang memeluk Raka dari belakang.

Tiba-tiba jantung Anaya berdetak dengan lebih cepat. Hembusan nafas Anaya juga berhembus dengan cepat. Perasaan itu membuat seluruh tubuh Anaya menjadi tegang. Tindakan tiba-tiba itu, sungguh membuat jiwa Anaya berkecamuk.

Motor Raka berhenti di sebuah toko es cream. Anaya melepaskan pelukannya saat motor berhenti. Raka dan Anaya turun dari motor dengan Anaya lebih dulu. “Kita ngapain ke sini?” tanya Anaya.

“Beli es cream. Yuk masuk,” balas Raka. Kemudian Raka memimpin jalan.

Mereka berdua masuk ke dalam toko. Raka memesan dua buah es cream dengan rasa Vanilla. Saat pesanannya selesai dibuat, Raka memberikan salah satu diantaranya kepada Anaya.

Anaya mengambil itu dengan perlahan sambil tersenyum tipis. “Makasi.”

***

Tak terasa waktu semester genap berlalu dengan cepat. Tiba-tiba sudah memasuki masa Ujian Tengah Semester.

Anaya duduk di ruang ujian 2 yang telah diatur oleh pihak sekolah. Setiap kelas akan dibagi pada dua ruangan yang berbeda untuk ke kondusifan ujian. Anaya berada diruangan yang sama dengan Zea dan Sarah. Sementara Caca berada diruangan 1.

“Nay, serius lo ga mau jadi pacar Arfan?” tanya Rama dari balik jendela.

Ketenangan ujian Anaya sudah berakhir. Anaya mengepal erat kedua tangannya. Menahan emosi yang mulai naik.

“Jangan gitu. Nanti Anaya nangis terus pulang, ga jadi ujian deh,” sela Luna.

Mata Anaya dengan tajam menatap Luna. Bisa-bisanya perempuan ini ikut menghinanya. Rama tertawa dengan keras. Bahkan suaranya bisa melewati dinding yang memisahkan Anaya dan Rama.

Selesai ujian, Anaya tetap berada didepan ruangannya untuk menunggu Zea, Sarah, dan Caca selesai. Kemudian Raka datang menghampirinya.

“Mau gue entarin pulang?” tanya Raka.

“Ga usah, aku dijemput kok,” jawab Anaya.

“Gue ada urusan mendesak dirumah. Jadi harus pulang sekarang,” jelas Raka.

Lihat selengkapnya