ARFANAYA

SADNESS SECRET
Chapter #24

Perkelahian Untuk Anaya

Anaya dan Arfan berdiri bersebelahan didepan semua orang diatas panggung yang besar. Mereka berdua adalah peserta terpilih yang akan memainkan permainan hari ini.

“Kita udah punya pesertanya. Sekarang kita butuh permainannya. Biar seru gimana kalau permainannya ditentukan oleh para tamu?” kata pembawa acara.

Anaya semakin tertekan. Jika Rama menyarankan permainan aneh bagaimana? Hanya itu yang Anaya takutkan sekarang.

Pembawa acara menyuruh peserta yang ingin mengajukan saran untuk mengangkat tangan terlebih dahulu. Orang pertama yang mengangkat tangan adalah Zea. Dia mengangkat tangan dengan sangat tinggi sambil melompat agar terlihat oleh pembawa acara. Hingga pembawa acara menunjuknya.

“Mau saran permainan apa?” tanya pembawa acara.

“Suit, yang kalah nyanyi sendirian, yang menang turun panggung,” saran Zea.

Saran Zea mendapatkan sorakan penolakan dari seluruh hadirin. “Sarannya yang bisa dimainkan dua orang. Wajib berdua mainnya,” jelas pembawa acara.

“Tapi...” protes Zea tak ditanggapi oleh pembawa acara.

Orang selanjutnya yang mengangkat tangan adalah Rama. Pembawa acara lalu menunjuknya untuk menyampaikan saran. Sejak Rama mengangkat tangan, Anaya sudah merasakan adanya bencana.

“Gimana kalau suruh mereka dansa. Keliatannya mereka juga cocok buat dansa bareng. Iya kan?” ucap Rama.

Pendapat Rama malah disetujui oleh mereka semua. Mereka meneriaki kata dansa dengan kompak.

Anaya melirik ke arah Arfan. Wajah Arfan nampak kesal. Dia terlihat membenci permainan yang mereka pilih. Dari watak Arfan, apakah dia akan langsung turun panggung? Karena dia nampak tak sudi melakukan permainan tidak jelas seperti ini.

“Permisi,” ucap Anaya memotong sorakan semua orang.

“Iya?” balas pembawa acara.

“Boleh ditolak ga sarannya?” tanya Anaya.

“Ngapain di tolak, kan lo suka sama Arfan. Lo senang kan bisa dansa bareng dia,” teriak Rama. Kalimat yang dapat didengar oleh semua orang.

Keheningan tiba-tiba terjadi. Anaya menunduk kepalanya. Anaya merasa sesak, ia takut dan seolah tercekik oleh udara yang ia hirup.

Tiba-tiba Zea naik ke atas panggung. Menarik tangan Anaya untuk turun dari panggung. Zea tak perduli sama sekali dengan pandangan orang-orang. Hal paling penting saat ini adalah membawa Anaya pergi dari acara itu.

Zea yang masih menarik tangan Anaya lalu menemui Bu Eni yang ada di bawah panggung. “Maaf bu, ada urusan mendadak jadi kita pamit pulang,” pamit Zea.

“Iya, hati-hati pulangnya,” jawab Bu Eni.

Zea kemudian melanjutkan langkahnya dengan terus menggenggam erat tangan Anaya. Mereka berdua keluar dari gedung itu dengan seluruh mata yang memandangi hingga sosok mereka hilang dari pandangan mereka.

Lihat selengkapnya