ARFANAYA

SADNESS SECRET
Chapter #28

Hari Ini Kau Mengukapkan Perasaanmu?

“Surat yang aku baca didepan kelas, itu punya kamu?” tanya Anaya.

Raka terdiam, dia terlihat ragu untuk menjawab. “Iya,” jawaban Raka pada akhirnya.

“Buat siapa surat itu?” tanya Anaya, penasaran.

Surat yang Raka tulis sudah membuat Anaya terkesima sejak awal membacanya. Begitu menyentuh hati hingga dapat merasakan rasa sakit dari surat itu. Ada kerinduan, kebingungan, kehampaan dan harapan di dalam sana. Setiap katanya membuat Anaya merasakan sendiri perasaan itu.

“Itu pasti buat seseorang yang kamu suka kan?” sambung Anaya.

Didalam kamar yang cerah dengan pantulan cahaya matahari, dan terdengar suara jam berdetak pelan disudut ruangan.

Ekspresi wajah Raka tiba-tiba berubah. Bibirnya sedikit terbuka namun suaranya masih tetahan.

“Gue suka lo, Anaya.”

Ungkapan perasaan yang membuat Anaya membeku. Udara yang mengelilingi Anaya terasa hangat, namun ada ketegangan halus di dalamnya.

Anaya sudah membuka mulutnya, tetapi ia bingung untuk berkata. Banyak keraguan yang membuat suara Anaya tertahan. Anaya berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan isi hatinya.

“Aku...”

Jari telunjuk Raka dengan lembut mendarat di bibir Anaya, menghentikan kata-kata yang baru saja hendak keluar. Sentuhan itu begitu halus namun tegas, membuat Anaya seketika terdiam. Matanya membesar, terkejut, sementara keheningan mendadak memenuhi ruangan, seolah waktu berhenti hanya untuk mereka berdua.

“Jangan jawab sekarang. Gue bakal tunggu sampai lo siap. Saat waktunya tiba, gue harap jawabannya sesuai dengan yang gue mau.” Raka secara terang-terangan mengungkapkan keinginannya dengan tegas.

***

Di kamar yang remang-remang, Anaya duduk di tepi ranjang dengan wajah penuh kegelisahan. Pikirannya tak henti-henti memutar ulang momen saat Raka menyatakan perasaannya. Jantungnya berdegup cepat, bukan karena perasaan bahagia, tetapi karena kecemasan yang perlahan menguasainya.

Matanya menatap kosong ke jendela, meskipun tirai sudah tertutup. Jari-jarinya gelisah bermain dengan ujung selimut, mencari pelarian dari rasa panik. Suara dan tatapan Raka saat mengungkapkan perasaannya terus terngiang di pikiran Anaya, membuatnya semakin gelisah.

"Gimana kalau semuanya berubah? Gimana kalau kita nggak bisa seperti dulu lagi? Aku ga yakin bisa bersikap biasa aja didepan Raka setelah kejadian itu," pikir Anaya berulang-ulang, hatinya dipenuhi oleh ketakutan.

Anaya takut kehilangan persahabatan mereka. Meski tubuhnya lelah, kecemasan itu membuatnya sulit tidur, seakan rasa takut itu semakin besar seiring malam yang semakin larut.

Lihat selengkapnya