ARFANAYA

SADNESS SECRET
Chapter #29

Pembicaraan Pertama Yang Menegangkan

Seperti sekolah-sekolah pada umumnya yang diisi oleh berbagai macam kepribadian. Sekolah tempat Anaya menuntut ilmu juga termasuk salah satunya.

Suara hentakan sepatu di lantai, suara tawa yang menggema di setiap pojok ruangan, dan masih banyak hal seru yang dapat dilihat didalamnya. 

Suasana sekolah Anaya di pagi hari ini terasa hidup dengan siswa yang berlalu-lalang di koridor, membawa buku-buku dan tas punggung yang penuh. Ketika bel berbunyi, para siswa bergegas menuju kelas masing-masing.

Di lapangan, beberapa siswa masih terlihat bercanda sambil menunggu guru datang, sementara di ruang kelas, guru tengah mempersiapkan materi pelajaran di papan tulis. Udara pagi yang segar bercampur dengan aroma khas kertas dan suara tawa riang yang sesekali terdengar, menciptakan atmosfer penuh semangat.

“Nay, kamu sama Raka lagi maralah?” tanya Zea, disela-sela pembelajaran.

“Kita baik-baik aja. Kenapa?” balas Anaya.

“Soalnya hari sabtu kemarin pas pulang sekolah, dia bilang mau duduk di kursi aku. Maksa minta tukeran. Tapi hari ini dia malah duduk di kursinya sendiri.” Zea menjelaskan sambil melirik ke arah Raka.

“Lupa kali,” balas Anaya santai. “Udah biarin aja. Dia itu kan susah di tebak,” sambung Anaya.

“Nay, dari tadi Rama liatin kamu tajem banget. Kamu harus lebih hati-hati sama dia,” jelas Zea.

Anaya lalu melihat ke arah Rama. Benar saja, Rama sedang melihatnya dengan tatapan aneh. Sangat sinis, tajam, dan menakutkan.

Dengan cepat Anaya langsung mengalihkan pandangannya, memutus tatapan itu.

Sama seperti hari-hari sebelumnya, Raka selalu berada di sisi Anaya untuk melindunginya. Tanpa bicara dan hanya menemani Anaya. Karena kejadian kemarin lusa di rumah Raka, Anaya jadi bingung harus bersikap seperti apa. Rasanya sulit untuk mengabaikan kejadian itu.

Kehadiran Raka di sisi Anaya membuat lingkar persahabatan Anaya seperti bertambah 1 anggota baru. Dan Raka adalah satu-satunya laki-laki disana. Kehadiran Raka membuat Sarah dan Caca jadi sedikit canggung. Mereka jadi irit bicara semenjak ada Raka.

Anaya, Raka, Zea, Sarah, dan Caca sedang berjalan bersama di koridor. Tiba-tiba mereka berpapasan dengan Arfan, Rama, Gilang, Surya, dan Dani. Mereka berdiri berhadap-hadapan sambil melayangkan tatapan tajam. Pada kedua circle itu, Anaya dan Arfan berada di tengah.

Di sisi Anaya ada Raka dan di sisi Arfan ada Rama. Mereka sama-sama memiliki satu orang yang siap untuk berkelahi. Tetapi perkelahian bukannya hal wajar untuk Anaya. Itu adalah tindakan impulsif, tetapi diperlukan jika dalam keadaan terancam.

“Kayaknya hari ini hari kesialan. Di dalam kelas ketemu, di luar kelas juga ketemu. Jangan-jangan bentar lagi mata gue bintitan,” ujar Rama.

“Baguslah kalau bintitan. Biar ga bisa ganggu Anaya lagu. Dasar cowok gila,” bentak Caca.

“Ca.” Anaya memarahi Caca karena menanggapi ucapan Rama.

Lihat selengkapnya