ARFANAYA

SADNESS SECRET
Chapter #31

Terlambat Menyadari

Anaya melangkah perlahan, setiap langkahnya terasa begitu berat bagaikan beban di pundak yang tak kunjung sirna. Langit kelabu di atasnya seolah mencerminkan suasana hatinya, membuat dunia di sekelilingnya tampak samar.

Langkah Anaya goyah, seolah bumi di bawahnya bergetar, dan setiap detak jantungnya dipenuhi oleh kerinduan dan penyesalan.

Diantara keramaian sekolah, Anaya merasa seperti bayangan, tak terlihat dan tak terdengar. Senyumnya yang dulu ceria telah menghilang, digantikan oleh tatapan kosong yang menyiratkan kesedihan mendalam. Meski Anaya berusaha tegar, rasa hampa itu menggerogoti jiwanya.

Dalam kekosongan hati, Anaya mengingat kenangan-kenangan yang pernah ia ukir bersama Raka. Membuatnya merindukan kenangan cerah dan membahagiakan yang pernah mengisi hari-harinya dulu.

“Raka... aku ga mau kehilangan kamu,”

Anaya yang terlalu sibuk dengan isi pikirannya sendiri tak menyadari jika ia telah berada diluar sekolah dan berjalan melintasi jalan raya. Bahkan suara klakson mobil yang sejak tadi memperingatkannya tak Anaya dengar.

Lalu secara tiba-tiba, lengan Anaya ditarik oleh seseorang. Membuat Anaya menjauh dari jalan, menghindari mobil yang sudah siap untuk menabraknya.

“Lo gila!” bentak Raka. Tangan Raka mencengkram kuat pundak Anaya.

Anaya tersadar dari lamunannya. Otaknya masih mencerna kejadian yang terjadi begitu cepat itu.

Mata Anaya menatap bola mata coklat milik Raka. Menatapnya dengan tatapan kosong yang penuh dengan kerinduan. Anaya tak memperdulikan apapun, ia hanya peduli pada seseorang yang sedang berada di hadapannya.

Sudut bibir Anaya terangkat. Memberikan senyum lembut pada laki-laki yang sedang menatap tajam ke arahnya. Anaya merasa Raka masih begitu peduli padanya, hingga membuat Anaya menunjukan senyum bahagia.

“Makasih udah nyelamatin aku.”

Akhirnya hati Raka melunak. Ia mengantarkan Anaya pulang ke rumah dengan selamat.

Di depan rumahnya, Anaya kembali meminta maaf kepada Raka. Mengungkapkan isi hatinya dengan tulus dan berharap mereka dapat kembali seperti dulu lagi.

Tetapi semua ucapan Anaya tak ditanggapi oleh Raka. Dia pergi begitu saja tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Tetapi dari sorot matanya, Anaya dapat merasakan bahwa Raka sudah memaafkannya. Anaya bisa menunggu sampai kapanpun sampai Raka kembali.

***

Meja makan yang dipenuhi oleh cemilan. Kacang asin yang merupakan salah satu dari cemilan itu Anaya mainkan dengan jari-jarinya.

Mata Anaya menatap kosong ke arah sudut ruangan, terjebak dalam lamunan. Bahkan suara-suara yang ada disekitarnya tak lagi terdengar.

“Anaya,” panggil Susan sambil menepuk punggung putrinya itu.

Lihat selengkapnya