ARFANAYA

SADNESS SECRET
Chapter #34

Keputusan Akhir

Langkah Anaya terhenti ketika melihat Raka yang menunjukan perhatiannya kepada Caca. Sikap perhatian Raka menimbulkan sesuatu yang aneh pada diri Anaya.

Zea juga ikut berhenti bersama Anaya. Zea bahkan ikut menyaksikan pemandangan yang sedang Anaya lihat. “Kenapa? Cemburu?” tanya Zea.

“Ga mungkin. Caca lagi sakit, wajar kalau kita perhatian ke dia,” ucap Anaya. Walaupun perasaan aneh sedang menyelimuti jiwanya, Anaya berusaha bersikap tenang.

Di tengah taman yang rindang dan sejak, mereka semua mengobrol dengan santai. Ditemani oleh minuman dan cemilan hangat. Perasaan Caca jauh lebih baik ketika bersama dengan teman-temannya.

“Ca, maaf buat semua yang udah terjadi. Kedepannya aku bakal lebih jagain kamu,” kata Anaya.

“Nay, aku ga pernah nyalahin kamu atas semua yang udah terjadi. Ini pure salah mereka. Kamu ga perlu minta maaf. Ga ada yang salah sama perasaan kamu buat Arfan,” balas Caca.

“Udah ga perlu bahas mereka lagi, bikin rusak mood. Lagian Anaya juga udah ga ada perasaan ke Arfan. Lebih baik ga sebut nama itu lagi,” kata Zea.

Caca menatap lekat wajah Anaya. “Serius Nay?” tanya Caca.

“Iya, aku udah bertekad buat lupain semuanya dan lepasin perasaan itu,” jawab Anaya.

“Bagus deh. Lagian ada Raka yang tulu suka sama kamu. Ngapain ngejar Arfan yang bisanya diam aja jadi penonton disaat orang lain tersiksa karena kebisuannya itu,” kata Caca dengan jengkel.

Anaya tersenyum karena ucapan Caca. Ternyata Caca juga menyadari mengenai perasaan Raka untuk Anaya. Sepertinya hanya Anaya yang terlambat menyadari akan hal itu.

“Jangan kaku gitu kali,” kata Zea menyenggol lengan Raka.

Tatapan tajam dan dingin dari mata Raka muncul. Membuat Zea sedikit canggung. Ternyata laki-laki dingin selamanya hanya akan cair dengan perempuan yang dia sukai saja. Raka masih saja dingin di tengah kehangatan pertemanan itu.

Itu memang watak Raka. Sikap dingin yang orang-orang lihat darinya. Tetapi tak pernah Anaya rasakan. Bahkan saat Anaya dan Raka sedang bertengkar, amarah Raka yang terlihat dingin masih diselimuti oleh kehangatan. Walaupun Anaya terlambat menyadarinya, setidaknya Anaya sekarang sudah mengetahui bahwa Raka tak bisa bersikap dingin terhadapnya.

***

Malam yang gelap dan sunyi. Sinar bulan yang menerangi bumi, menciptakan bayangan di tanah. Suara angin berbisik lembut, seolah menyampaikan rahasia yang hanya dipahami oleh malam.

Di jauhan, detak jam menggema, menandakan waktu yang terus berjalan, sementara bintang-bintang berkelip di langit, mengundang pikiran untuk melayang ke mimpi.

Setiap orang menginginkan mimpi yang indah, seperti mendayung di danau yang tenang yang dikeliling oleh pegunangan yang indah dan langit berwarna pastel saat matahari terbenam, ada juga yang berharap memimpikan berkeliling di negeri fantasi yang penuh dengan kastil, hutan ajaib, dan sungai berkilauan, menjelajahi keindahan yang tak terbayangkan.

Namun Anaya bahkan tak bisa berharap akan mimpi-mimpi indah pada tidurnya. Setiap kali Anaya akan menutup mata, ia sudah mengetahuai akan mimpi yang akan ia alami dalam tidurnya. Mimpi yang selalu ingin Anaya hilangkan namun tak dapat ia kendalikan.

“Mimpi itu lagi. Sampai kapan ini akan terus berulang.” Anaya terbangun setelah mengalami mimpi buruk itu lagi. Mimpi yang sama masih terus menghantui malam Anaya. Seolah sudah menjadi kebiasaan.

Anaya duduk dipinggir jendela, termenung sambil menatap langit yang dipenuhi oleh bintang. Anaya mencari ketenangan dan kedaiaman di tengah kegelapan malam. Berharap rembulan dan bintang-bintang dapat terus menemani kegelapannya.

Lihat selengkapnya